Pelaku usaha yang tergabung dalam Kolaborasi Usaha Kecil Menengah Nasional (Komnas UKM) mengeluhkan Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). RUU ini sedang dibahas pemerintah bersama DPR RI.
Menurut Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (Jusindo) sekaligus Ketua Umum Komnas UKM, Sutrisno Iwantono isi RUU KUP dampaknya lebih buruk bagi pelaku usaha kecil dibandingkan UU KUP yang berlaku saat ini.
"Kami minta Pemerintah terutama Bapak Presiden Jokowi dan DPR agar menampung dan tidak mengabaikan aspirasi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), kita melihat bahwa pemerintah dan DPR tidak peka terhadap keadaan UMK. RUU KUP bagi UMK lebih buruk dari yang sekarang," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (22/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil khususnya Pasal 124, menyatakan bahwa UMKM diberi kemudahan atau penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Lebih lanjut, UMKM tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
"RUU-KUP ternyata bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang tersebut, karena itu kami tetap pada usulan kami," sebutnya.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah berencana untuk menerapkan pajak penghasilan minimum sebesar 1% dari peredaran bruto. Pihaknya mengusulkan ketentuan tersebut tidak diberlakukan bagi usaha mikro dan kecil (UMK). Pihaknya menolak ketentuan tersebut, dan tetap berpedoman pada substansi Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 dengan perubahan tidak diberlakukan batas waktu bagi usaha mikro dan kecil misalnya 3 tahun sampai 7 tahun.
"Artinya selama statusnya masih usaha mikro dan kecil makan substansi yang terdapat pada PP No 23 Tahun 2018 tetap berlaku yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu," jelas Sutrisno.
Lebih lanjut dia jelaskan, pihaknya meminta bahwa UMK tetap dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari penjualan/omset bruto tahunan, bahkan untuk usaha mikro sementara ini nol persen dengan bercermin dari negara lain atau dengan alternatif pilihan dikenai PPh sesuai Pasal 31 e Undang-Undang Pph, sehingga pihaknya sangat keberatan apabila Pasal 31 e akan dihapuskan dalam RUU KUP yang saat ini sedang dibahas.
Bersambung ke halaman berikutnya.