Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) menghadapi kisruh mengenai stok jagung. Hal itu mencuat setelah mahalnya harga jagung diungkap oleh peternak Blitar kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tidak jelas siapa yang benar dan salah antara Kementan dan Kemendag dalam kisruh data jagung. Masing-masing memiliki versi yang berbeda mengenai pasokan jagung yang ada di dalam negeri.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan, secara tahunan di 2021 memang ada potensi stok jagung mengalami surplus. Namun dalam bulan ke bulan ada saat di mana stok mengalami defisit.
"Secara definitif dari angka yang disampaikan bahwa mulai April 2021, neraca jagung itu mengalami defisit, ini berarti sejalan dengan harga yang semakin tinggi," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (30/9/2021).
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan yang diperoleh Kemendag, mulai terjadi defisit stok jagung pada Mei 242.214 ton, Juni 291.573 ton, Juli 296.116 ton, Agustus 188.524 ton, September 295.094 ton.
Berdasarkan data SIJAGUNG Kementan dan Badan Ketahanan Pangan Kementan yang diolah Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, harga jagung per kg pada Maret Rp 4.772, April Rp 5.392, Mei Rp 5,757. Itu sudah di atas harga acuan yang ditetapkan Rp 4.500.
"Itu terjadi defisit, ini dibuktikan dengan harga yang meningkat. Memang selain itu pengaruhnya adalah harga jagung internasional juga (naik)," lanjutnya.
Dari laporan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Oke menjelaskan stok yang mereka miliki juga berkurang. Jika GPMT normalnya bisa mengamankan stok untuk 60 hari, kini hanya 44 hari.
"Artinya ini ada masalah dengan stoknya juga selain harganya yang tinggi, apakah tadi GPMT ini tidak mau stok karena harga yang tinggi atau apa, tapi pada kenyataannya GPMT menyatakan 44 hari yang tersedia," tambahnya.
Apa kata Kementan? Klik halaman berikutnya.
(toy/fdl)