Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tri Dewi Virgiyanti mengungkapkan, akses air minum masyarakat di Indonesia melalui perpipaan masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga. Hal itu disampaikan dalam acara Indonesia Housing Forum secara virtual.
"Ke depan akses air minum memang kita dorong per-pipa-an yang lebih besar. Sayangnya Indonesia memang untuk akses per-pipa-an capaian kita baru 20%. Kalau dibandingkan dengan Vietnam, Filipina mereka sudah 40%, Malaysia 95%, Singapura udah lewat 100%," kata Virgi, sapaan akrabnya, Kamis (14/10/2021).
Dia mengatakan, negara-negara tersebut sudah memiliki kualitas air yang sangat baik. Bahkan, kata dia, kualitas air di sana sudah dapat langsung diminum dari keran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia masih jauh, itu pun baru air minum layak. Jadi memang kita tertinggal dan kita masih menggunakan air tanah. Air tanah di Jawa mungkin berlimpah tapi di Kalimantan ada beberapa yang sangat terbatas," ujarnya.
Penyediaan air ini disebut juga berhubungan dengan rumah layak huni. Setidaknya ada empat indikator hingga rumah bisa disebut sebagai layak huni yaitu kecukupan luas rumah dengan standar 7,2 meter persegi per orang, ketahanan bangunan dilihat dari bahan bangunan, kemudian akses air minum dan sanitasi.
Penggunaan air tanah pun ke depan akan dibatasi karena memiliki dampak kepada lingkungan hingga memberikan potensi bencana alam seperti banjir. "Kita akan membatasi air tanah, UU SDA ada. Kita akan coba PP mengenai air minum yang sedang kami revisi mudah-mudahan akan memperkuat dari hal tersebut," sambungnya.
Sementara itu di sisi sanitasi, dia mengatakan, pembatasan air tanah juga penting agar tanah tidak terkontaminasi oleh sanitasi yang menggunakan septi tank. "Jadi penggunaan air tanah tentu saja tidak berkelanjutan, belum terkontaminasi dari sumber-sumber lain termasuk septi tank kita sendiri. Jadi sanitasi kita penting tidak mengotori sumber air dan lingkungan sekitarnya," pungkasnya.