Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto menyampaikan per tanggal 8 Oktober 2021, pihaknya mencatat rata-rata realisasi pendapatan daerah berada pada angka 62,95%. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (per 31 Oktober 2020), realisasi pendapatan tahun ini mengalami penurunan.
Sebagai perbandingan, pada periode itu rata-rata realisasi pendapatan pemerintah daerah berada pada angka 78,25%. Angka tersebut bersumber dari realisasi pendapatan pada tingkat provinsi sebesar 80,57%, kabupaten sebesar 76,92 persen, dan kota sebesar 78,87%.
"Kalau kita lihat grafik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang warna biru jelas ini ada penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut diungkapkannya dalam dialog interaktif bertajuk 'Mengukur Kapasitas Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021' yang digelar Kemendagri. Lebih lanjut Ardian menjelaskan dari kacamata perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pihaknya memahami kontraksi ekonomi mengakibatkan turunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah merasakan hal yang sama. Namun ia mengaku terus berharap agar perubahan APBD tetap konsisten untuk mendukung penanganan COVID-19. Ia pun menegaskan bahwa kolaborasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci utama keberhasilan penanganan pandemi COVID-19.
"Jangan pernah lelah dan jenuh dengan upaya yang saat ini kita lakukan, mudah-mudahan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kita semakin baik di kuartal III maupun kuartal IV ini," ujarnya.
Dalam dialog tersebut, Wali Kota Jambi Syarif Fasha juga mengungkapkan permasalahan realisasi PAD yang minim. Pada sisi lain, Dana Alokasi Umum (DAU) yang dipotong juga ikut memberatkan.
"Di tengah-tengah pandemi ini, permasalahan kami sama untuk daerah yang mengandalkan perdagangan barang dan jasa, (realisasi) PAD minim sekali, daerah diharuskan refocusing, dan DAU kami dipotong rata-rata 3,2%, dan ini berat sekali," ujarnya.
"Sama dengan DAK (Dana Alokasi Khusus), akibat review yang berulang-ulang sesuai sistem pencairan DAK, (menyebabkan) DAK yang kami harapkan dapat mendorong APBD menjadi sangat minim keterlibatannya dalam mendukung APBD kami," imbuhnya.
Syarif menambahkan berbagai cara telah ditempuh untuk menjaga kesinambungan APBD. Hal ini dilakukan dengan mendorong pembangunan terutama yang bersifat fisik, agar tidak terjadi penambahan tingkat pengangguran (PHK). Selanjutnya, dengan mengoptimalkan pajak yang diperoleh Pemerintah Kota Jambi.
"Terpaksa kami juga mengenakan pajak pada restoran yang menyediakan fasilitas take away yang selama ini tidak (dikenakan pajak)," tutur Syarif.
"Kami mohon jikalau tidak bisa menambah dana transfer kami, tetapkanlah sama dengan tahun sebelumnya, jangan dana yang sudah dikurangi setiap tahun itu dikurangi lagi," imbuhnya.
Sementara itu, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta menjelaskan bagi Badung yang mengandalkan sektor pariwisata, pandemi COVID-19 ini berdampak penuh baik sosial maupun ekonomi. Sebagai contoh, adanya pemutusan hubungan kerja dan peningkatan angka kemiskinan.
Sedangkan PAD Badung 85% berasal dari pajak hotel dan restoran mengalami penurunan yang sangat signifikan. Ia berharap ada kebijakan dari pemerintah pusat paling tidak yang dapat memenuhi kebutuhan PNS di Kabupaten Badung.
"Anggaran perubahan 2021 mengalami penurunan dari Rp 3,8 triliun menjadi Rp 3,2 triliun, ini sudah termasuk SILPA pengembalian bantuan pemulihan ekonomi dari masyarakat sebesar Rp 204 miliar," ujarnya.
"Ketika pandemi ini, (ekonomi) kami benar-benar terkontraksi. Salah satu contoh, kami mendapatkan DAU Rp 328 miliar, sedangkan kebutuhan belanja mengikat (pegawai) kami berjumlah Rp 1,2 triliun," lanjut Giri Prasta.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bakti menjelaskan bahwa dana transfer dari pusat memang menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini karena memang banyak syarat administratif yang belum dipenuhi daerah.
Menurut pengamatannya, pada masa pandemi COVID-19, penurunan PAD mengalami tekanan sehingga jauh dari target pendapatan yang sudah ditetapkan sebelum pandemi COVID-19.
"Realisasi pendapatan, jika dibandingkan dengan realisasi belanja sudah berkurang gap-nya, jadi dana dari pemerintah pusat sebenarnya sudah disampaikan ke daerah tinggal manajemennya saja," ujarnya.
Lihat juga video 'PAD Makassar Merosot, Walkot Lantik 47 Pejabat untuk Genjot Pendapatan':