Real estate dan sektor terkait memiliki porsi yang cukup besar dari ekonomi China. Terhitung sektor ini memiliki porsi 30% dari PDB. Selama beberapa dekade terakhir sektor ini telah membantu negara mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Namun selama bertahun-tahun, para kritikus mempertanyakan apakah mesin pertumbuhan ekonomi itu bisa menjadi bom waktu bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Mereka berpendapat demikian karena besarnya utang yang diambil para pengembang untuk membiayai proyek mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evergrande yang tengah menjadi sumber masalah saat ini memiliki kewajiban utang senilai lebih dari US$ 300 miliar.
"Namun, Evergrande bukan satu-satunya yang memiliki utang," kata Christina Zhu, seorang ekonom di Moody's Analytics dilansir dari CNN, Senin (18/10/2021).
Selama beberapa hari terakhir, banyak pengembang di China telah mengungkapkan permasalahan arus kas di perusahaannya sendiri. Mereka meminta perpanjangan waktu untuk membayar utangnya, jika tidak maka akan berpotensi default.
Dalam laporan baru-baru ini, Zhu menulis bahwa 12 perusahaan real estat China gagal membayar obligasi dengan total sekitar 19,2 miliar yuan (hampir US$ 3 miliar) pada paruh pertama tahun ini.
"Ini menyumbang hampir 20% dari total default obligasi korporasi dalam enam bulan pertama tahun ini, tertinggi di semua sektor di daratan China," tambahnya.
Pandemi membuat aktivitas terhenti sementara. Tetapi konstruksi kemudian hidup kembali ketika China dibuka kembali, dan pasar properti negara itu menikmati rebound meski secara singkat. Namun, sejak itu, pasar kembali tersendat dan tidak ada tanda-tanda pemulihan.
Pada bulan Agustus, penjualan properti, yang diukur dengan luas lantai yang terjual, turun 18% dibandingkan dengan waktu yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan yang sama, harga rumah baru naik tipis 3,5% dari tahun sebelumnya. Itu merupakan pertumbuhan terkecil sejak pasar properti pulih dari dampak pandemi pada Juni 2020.
(das/fdl)