Pandemi memberikan pukulan pada sektor perekonomian, termasuk bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Di sisi lain juga mendorong inovasi dalam percepatan digitalisasi dunia usaha. Namun diperlukan adanya kolaborasi dengan menggandeng pihak lain yang berperan sebagai agregator dan inkubator.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan sejak awal pandemi telah dilakukan pendataan untuk mengetahui permasalahan riil yang dihadapi UMKM di lapangan. Hasilnya kemudian dijadikan referensi desain program pemulihan ekonomi nasional pada klaster UMKM.
Dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Fiki merinci langkah mitigasi guna mendorong UMKM terus bergerak. Di antaranya pemberian stimulus bantuan dan digitalisasi.
"Kami mendefinisikan digitalisasi bagi pelaku UMKM tidak hanya untuk akses pasar atau reach consumer (meraih konsumen)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (28/10/2021).
Adapun upaya lain untuk mendukung digitalisasi UMKM, yakni terkait kegiatan mendapatkan suplai, pengembangan bisnis internal, analisa data, juga logistik. Sedangkan dalam pelaksanaannya, menurut Fiki upaya memobilisasi pelaku UMKM ke ranah digital harus dilakukan berdasarkan level usaha atau area usahanya. Misalnya pedagang pasar basah yang masuk kategori usaha mikro diharapkan masuk dulu ke platform digital melalui e-katalog di media sosial.
Diungkapkannya Usaha Kecil dapat didorong masuk ke e-commerce lokal atau yang bersifat homogen, sedangkan Usaha Menengah dapat didorong masuk ke e-commerce nasional bahkan global.
Fiki juga menegaskan perlunya melakukan kemitraan dengan pihak agregator (pihak yang menghimpun dan menghubungkan) dan inkubator (pihak yang membantu membesarkan perintis usaha). Ini agar dapat menjadi semacam lokomotif penarik dan penggerak gerbong UMKM yang ada.
Di samping itu, lanjut dia, pemerintah juga terus berupaya mempermudah dan melindungi UMKM dalam negeri melalui berbagai kebijakan. Di antaranya, dengan kebijakan logistik untuk menekan ongkos kirim, serta kesepakatan dengan e-commerce tertentu untuk pembatasan 13 kategori produk yang tidak boleh lagi diimpor oleh e-commerce crossborder.
Salah satu agregator UMKM dalam hal digitalisasi adalah Credibook. CEO Credibook Gabriel Frans menjelaskan pihaknya membantu literasi digital UMKM dalam hal pembuatan catatan keuangan digital dan pengadaan rantai pasok secara daring.
Gabriel menilai untuk digital literasi, tidak semua orang bisa langsung masuk tahap analisa marketing atau data, melainkan harus selangkah demi selangkah sesuai kemampuan masing-masing.
Dalam hal ini, pihaknya melakukan pendekatan literasi teknologi dan literasi finansial, dengan aktif mengadakan edukasi dan merangkul pelaku UMKM di berbagai kota. Meski pada saat pandemi banyak sekali penyesuaian harus dilakukan, ia meminta pelaku usaha jangan menyerah.
"Inilah saatnya kita belajar lebih banyak, meningkatkan dan mengasah kreativitas. Banyak platform seperti kami, juga teknologi yang ingin membantu. Yang sudah sempat tutup, jangan kapok berusaha lagi karena peluang selalu ada," tuturnya.
Sementara itu, CEO Kaya.ID Nita Kartikasari menyebut salah satu kesulitan utama UMKM saat pandemi adalah branding dan marketing. Karena biasanya pelaku UMKM melakukan kegiatan tersebut secara tatap muka.
Nita menjelaskan, UMKM yang tergabung dalam inkubasinya didorong untuk lebih optimis dan yakin bisa bersaing. Dengan pola pikir dan visi seperti itu diharapkan akan mampu berkembang. Apalagi saat ini dengan bantuan teknologi, akses kepada konsumen lebih mudah dan murah, sehingga peluang terbuka lebih luas.
Dia pun memaparkan poin penting yang perlu diperhatikan pelaku UMKM. Pertama, melakukan branding atau setidaknya memberi nama dan label pada produk agar konsumen mudah mengaksesnya. Kemudian juga memilih e-commerce yang tepat untuk memasarkan produk, serta harus ada di mana konsumen berada.
Di sisi lain, CEO Restoku Ageng Sajiwo menggarisbawahi pentingnya memahami pasar dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh pasar.
"Selain itu adalah adaptasi. Rata-rata masalah pelaku UMKM bisa dibilang adalah terlambat beradaptasi. Jangan takut, jangan ragu belajar. Banyak layanan-layanan seperti kami yang memberikan edukasi terkait digitalisasi," katanya.
Edukasi digitalisasi dinilainya penting, mengingat banyak UMKM masih mengalami tekanan saat pandemi meski sudah masuk ke ranah digital, karena belum cukup memahami cara mengoptimalkan teknologi tersebut.
"Jadi selama pandemi, kami fokus di edukasi untuk optimasi digital," tandasnya.
(ega/hns)