Pemerintah telah mematok tarif PCR menjadi Rp 275 ribu, turun dari sebelumnya Rp 495 ribu. Angka ini turun banyak dari harga-harga PCR yang sebelumnya bisa mencapai jutaan rupiah.
Dari situ, muncul dugaan perusahaan mengambil untung gila-gilaan dan sengaja berbisnis PCR.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh pernah menjelaskan, salah satu komponen pembentuk harga PCR adalah reagen. Reagen ini merupakan cairan yang digunakan untuk mengetahui hasil tes PCR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tes PCR, ia menjelaskan, ada beberapa tahapan yang dilakukan. Mulanya diawali dengan pengambilan sampel di mana hidung 'dicolok' menggunakan swab stick. Swab stick kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tabung kecil untuk dibawa ke laboratorium atau lab.
Setelah itu, ada proses pemurnian dan pengecekan di mesin. Nah, mesin ini rupanya ada macam-macam jenisnya. Ada yang canggih yang terdiri hanya satu mesin.
"Ada yang cukup canggih mesinnya hanya satu. Begitu swab stick itu datang langsung diproses, dikasih tambah cairan, cairan itu namanya reagen, dimasukan ke mesin lalu dia pemurnian, ekstraksi, langsung keluar hasilnya," terangnya kepada detikcom, Rabu (27/10/2021) lalu.
Ia pun menganalogikan tes PCR itu seperti cara kerja printer. Printer sendiri merupakan mesin atau instrumennya. Sementara, reagen adalah tintanya dan swab stick merupakan kertasnya.
"Jadi makanya tes PCR ada mesinnya, instrumennya. Ada bahan-bahan habis pakainya," jelasnya.
Berapa harga reagen, ada di halaman berikutnya
Simak Video "Kata Warga soal Penurunan Harga PCR Jadi Rp 275 Ribu"
[Gambas:Video 20detik]