Polemik Kelebihan Bayar Insentif Nakes hingga Ada yang Dapat Rp 50 Juta

Polemik Kelebihan Bayar Insentif Nakes hingga Ada yang Dapat Rp 50 Juta

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 02 Nov 2021 07:45 WIB
Tenaga kesehatan berada di garis depan penanggulangan pandemi. Dokter ini berbagai kisahnya yang tak gentar rawat pasien meski telah dua kali positif COVID-19.
Foto: AP Photo/Tatan Syuflana
Jakarta -

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kelebihan bayar insentif tenaga kesehatan (nakes) menjadi polemik. Namun akhirnya pemerintah memutuskan tidak meminta nakes mengembalikan kelebihan insentif tersebut.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menerangkan temuan itu sebenarnya berawal dari pemeriksaan pinjaman luar negeri dari AIIB.

"Ada program Indonesia respons to COVID-19 yang donornya adalah AIIB. Tujuan pemeriksaannya dalam rangka menilai atau menguji kepatuhan dalam pelaksanaan atau kegiatan terkait pinjaman COVID-19," terangnya di Gedung BPK, Jakarta, Senin (1/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah pinjaman itu mencapai US$ 500 juta. Nah uang tersebut dipergunakan untuk membayar insentif nakes di tahun ini.

Kemenkes sendiri dalam bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyaluran insentif nakes di RS pemerintah pusat, RS swasta, RS TNI Polri dan RS BUMN. Sedangkan untuk nakes di RSUD anggarannya diberikan melalui pemerintah daerah.

ADVERTISEMENT

Agung menjelaskan Kemenkes melakukan tanggung jawab itu dengan membenahi mekanisme penyalurannya. Dari yang tadinya melalui rumah sakit, menjadi langsung ke rekening nakes melalui aplikasi.

Kebetulan juga Kemenkes di tahun ini ketambahan penyaluran insentif yang di 2020 terjadi tunggakan yang belum disalurkan sebesar Rp 1,4 triliun.

"Di zaman Pak Budi Gunadi Sadikin sudah jalan itu dan sebentar lagi selesai. Kemudian dibuat aplikasi, waktunya membutuhkan waktu lama, namun nakes tetap bekerja. Diganti menggunakan aplikasi," tuturnya.

Kenapa bisa kelebihan bayar? Berlanjut ke halaman berikutnya.

Namun menurut Agung ada satu prosedur yang tidak dilakukan dalam proses mitigasi penyaluran ke sistem yang baru. Prosedur itu adalah data cleansing, sehingga data menjadi ganda.

"Saat dilakukan perubahan, mitigasi ke sistem yang baru, ada prosedur yang tidak diikuti adalah prosedur cleansing data. Akibatnya karena suatu prosedur tidak diikuti, akibatnya terjadi duplikasi penerima insentif," terangnya.

Meski begitu, Agung menegaskan bahwa dari segi persentase jumlah duplikasi data untuk insentif nakes di Kemenkes tidak terlalu besar, hanya di bawah 1%.

"Secara khusus itu sampai 8 September 2021 masih penambahan insentif nakes. Ada kelebihan 8.961 nakes sampai 19 Agustus 2021. Kelebihan pembayaran ke nakes Rp 178 ribu sampai dengan Rp 50 juta," terangnya.

Agung menegaskan bahwa hingga saat ini proses pemeriksaan masih terus berjalan. Dirinya mengaku tidak bisa menjabarkan secara detail perkembangannya sebelum laporan hasil pemeriksaan (LHP) keluar.

Selain itu dia memastikan bahwa Kemenkes terus membenahi permasalahan data cleansing tersebut, sehingga jumlah duplikasi data insentif nakes terus berkurang.

Sebelumnya ada kabar bahwa pemerintah akan meminta para nakes untuk mengembalikan kembali kelebihan insentif tersebut. Namun di kesempatan yang sama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kelebihan insentif itu tidak perlu dikembalikan.

"Mekanisme ini sudah dibicarakan dengan Kepala BPK dan sudah setuju kita melakukannya tanpa menarik kembali. Jadi para nakes tidak usah khawatir, ini tidak akan ditarik kembali. Fokus saja bekerja," ucapnya.

Meski begitu, bagi nakes yang menerima insentif dobel akan ada kompensasi di bulan berikutnya. Artinya uang kelebihan pembayaran itu dianggap sebagai pembayaran insentif di bulan berikutnya.



Simak Video "Kemenkes Bicara soal Insentif: Pemerintah Hargai Jerih Payah Nakes"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads