Meski ada harga reagen terendah yang diketahui asalnya dari China, tetapi ada juga reagen yang mahal dan berasal dari Eropa. Reagen yang mahal inilah yang diperkirakan merugikan pengusaha rumah sakit.
Untuk reagen dari Eropa harganya relatif lebih mahal di kisaran Rp 300 ribu-Rp 400 ribu. Bahkan ada yang Rp 500 ribu. Jadi, secara hitung-hitungan bisnis dengan harga reagen yang tinggi maka akan rugi jika biaya tes PCR dipatok Rp 275 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, selain reagen mesti ada biaya yang dikeluarkan untuk test PCR seperti gaji perawat dan dokter hingga listrik dan air.
Kebijakan penurunan harga PCR pun bisa berpotensi merugikan pengusaha rumah sakit atau penyedia jasa PCR lainnya. Terutama bagi mereka yang menggunakan reagen yang harganya tinggi.
Baca juga: Pengusaha Ungkap Kualitas PCR dari China |
Sederhananya, lanjut Randy mengatakan kerugian dialami pengusaha yang terlanjur membeli reagen mahal namun harus menyesuaikan harga tarif tes yang sudah dipatok Rp 275 ribu.
Di sisi lain, rumah sakit telah investasi untuk memenuhi standar pemeriksaan COVID-19. Mereka investasi agar laboratoriumnya untuk memenuhi standar Bio Safety Level (BSL) di mana mereka telah mengeluarkan biaya cukup tinggi.
"Kan kasihan juga itu, dari mana kembalinya. Harganya tadinya bisa Rp 900 ribu atau Rp 450 ribu sekarang cuma Rp 275 ribu, makin lama kembali investasi," tutup Randy Teguh.
(eds/eds)