Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal melakukan aksi lanjutan dengan turun ke jalan pada 10 November 2021. Salah satu tuntutannya adalah meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar 7-10%.
"KSPI akan kembali melakukan aksi besar-besaran di 26 provinsi, lebih dari 150 kabupaten/kota, melibatkan lebih dari 10 ribu buruh, dari 1.000 pabrik yang akan melakukan aksi pada 10 November secara serempak jam 10 sampai selesai," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/11/2021).
Said Iqbal menyebut aksi ini akan lebih besar dari yang sudah dilakukan pada 26 Oktober 2021. Kegiatan akan dilakukan di depan kantor Gubernur, Bupati/Walikota, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di wilayah masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buruh meminta formula perhitungan upah minimum 2022 mengacu dari aturan yang lama yakni inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Nah berdasarkan surveinya, rata-rata 60 item KHL mengalami kenaikan seperti transportasi, hingga harga kebutuhan pokok.
Baca juga: Buruh Minta Upah Naik, Bakal Ada PHK? |
"PP 36 tentang Pengupahan itu turunan dari UU Cipta kerja yang sedang digugat dan sedang berjalan sidangnya baik uji formil maupun uji materiil. Dengan demikian dia tidak inkracht, nggak boleh jalan. Orang lagi digugat kok, aneh masa dipakai, berarti pemerintah nggak taat hukum dong?," imbuhnya.
Selain menuntut upah minimum naik 7-10%, KSPI juga menuntut diberlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2021-2022, meminta MK membatalkan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa Omnibus Law. Jika itu tidak direspons, pihaknya mengancam akan mogok kerja.
"Bisa dipastikan mogok nasional, mogok kerja, stop produksi kami akan lakukan dengan segala risiko. Tentu memenuhi prosedur protokol kesehatan, memenuhi aturan PPKM, kemudian mengikuti prosedur UU Mogok Kerja dan UU Unjuk Rasa. Kami akan minta anggota KSPI dan serikat buruh lain untuk mendukung mogok kerja dan mogok nasional ini," terangnya.
Berdasarkan evaluasi aksi pertama yang dilakukan 26 Oktober 2021, Said Iqbal mendapat laporan dari Jawa Timur (Jatim) di mana Badan Pusat Statistik (BPS) dianggap melakukan kecurangan data yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum. Dia menganggap ada pemerintah daerah yang mengintervensi data BPS.
"Ketika buruh Jatim melakukan aksi di depan kantor BPS, diterimalah oleh pejabat BPS, kemudian perwakilan serikat buruh bertanya kepada pejabat BPS 'bagaimana cara Bapak BPS ini membuat survei atau data yang disajikan'. Ketika dia jelaskan, kita tanya mana transportasi, dihilangkan sama mereka," tuturnya.
"Siapa yang pesan nih, siapa yang mengintervensi BPS seperti ini? Ya jelas rendah lah hasil BPS. Transportasi dihilangkan, harga rumah direndahkan. Jadi ada intervensi dari pemerintah daerah setempat untuk mengecilkan hasil survei BPS. Entah metode apa yang digunakan BPS hanya karena ada pesanan tanda petik, ini dugaan KSPI," tambahnya.
(aid/zlf)