Pemerintah daerah (pemda) dituntut tak asal menerima hibah asing dari lembaga donor. Selain karena ada ketentuan mekanisme penerimaan hibah yang cukup ketat, hibah asing kerap memiliki muatan ekonomi politik yang dapat bersinggungan dengan kepentingan dalam negeri.
Apalagi menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indoenesia, Ray Rangkuti hibah asing yang masuk ke kocek pemerintah baik pusat maupun daerah jadi penentu kebijakan atau regulasi yang dibuat. Ini sama dengan menggadaikan kedaulatan bangsa.
"Kalau hibah asing bisa sampai menyetir kebijakan, itu sangat bermasalah. Pemerintah tidak boleh melaksanakan agenda yang bukan untuk kepentingan publik. Jika ada regulasi yang terbit berkat hibah asing itu harus dipermasalahkan secara politik," ungkapnya dalam Webinar Komisi Nasional Penyelematan Kretek, Selasa (2/11/2021).
Ray menambahkan, banyak kasus beberapa pemerintah dunia yang akhirnya gampang dikendalikan kepentingan asing, atau kerap disebut sebagai negara boneka akibat regulasi-regulasinya dipenuhi kepentingan asing. Tak cuma menggadaikan kedaulatan negara, hal tersebut dinilai Ray juga mengancam demokrasi, karena kebijakan-kebijakan yang terbit akibat tekanan asing bukan dari aspirasi publik.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochammad Ardian Noervianto menjelaskan, hibah asing maupun pinjaman luar negeri memang tak bisa sembarangan masuk, terlebih untuk pemerintah daerah.
"Kewenangan pinjaman dan atau hibah asing merupakan kewenangan (Pemerintah) pusat, dan Pemda tidak bisa menerima hibah asing secara langsung. Yang menerima harus Kementerian Keuangan, yang kemudian diteruskan kepada Pemda," ungkapnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
(dna/dna)