Terungkap! Ada Wacana Pembentukan Super Holding di RUU BUMN

Terungkap! Ada Wacana Pembentukan Super Holding di RUU BUMN

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 16 Nov 2021 16:30 WIB
Sejumlah tamu beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2020). Kementerian BUMN meluncurkan logo baru pada Rabu (1/7) yang menjadi simbolisasi dari visi dan misi kementerian maupun seluruh BUMN dalam menatap era kekinian yang penuh tantangan sekaligus kesempatan. ANATAR FOTO/Aprillio Akbar/nz
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Jakarta -

Komisi VI DPR tengah menyusun draft Rancangan Undang-undang BUMN. Ada 5 poin penting dalam RUU yang menjadi inisiatif DPR ini, termasuk wacana pembentukan super holding.

"Jadi sekarang ini posisinya masih posisi awal, bola masih di tangan Komisi VI, dalam konteks menyusun, jadi belum membahas," katanya Anggota Komisi VI Fraksi Golkar Nusron Wahid dalam acara Forum Legislasi 'BUMN Sekarat, Akankah RUU BUMN Jadi Penyelamat?', Selasa (16/11/2021).

Sebutnya, poin pertama, berisi soal status kekayaan negara yang sudah dipisahkan dalam bentuk penyertaan modal suatu perusahaan negara atau daerah, termasuk perusahaan negara dan BUMN, masuk keuangan negara atau tidak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nusron menjelaskan, jika mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, kekayaan negara yang telah dipisahkan dalam bentuk penyertaan ke dalam perusahaan negara, itu masuk kategori keuangan negara. Karena masuk keuangan negara maka, padanya ada pertanggungjawaban keuangan negara. Sehingga, BUMN menjadi objek pemeriksaan dalam arti domain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Sehingga di dalam undang-undang ini, maka apa sikap dalam konteks temen-temen di DPR. Temen-temen di DPR mempunyai pendapat di Komisi VI, bahwa BUMN sebaiknya menggunakan prinsip business judgement rule, bukan menggunakan government judgement rule," katanya.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan, jika masuk keuangan negara maka BUMN rentan oleh intervensi negara. Sehingga, lanjutnya, pasti ada campur tangan politik.

"Akan rentan dalam konteks menjadi intervensi negara. Selama dia itu masih dalam kendala masuk rezim keuangan negara di situ pasti akan ada campur tangan kekuatan politik, tidak terelakkan. Satu-satunya jalan untuk mengeluarkan daripada kepentingan politik itu, supaya BUMN itu murni berjalan sesuai dengan konteks mekanisme pasar maka harus ditarik supaya BUMN itu masuk ke dalam rezim kategori business judgement rule," terangnya.

Hal itu pun akan memicu pertanyaan. Terutama, mengenai kehadiran negara pada sektor tertentu. Kemudian, terkait kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO).

Maka itu di poin kedua, kata dia, akan ada dua pendekatan. Nantinya, akan dipisah mana BUMN yang menjalankan PSO, mana yang menjalankan bisnis murni.

"Karena itu dalam undang-undang nanti akan dipilah mana masuk kategori BUMN yang itu masih menjalankan public social obligation dalam arti betul-betul government judgement rule, mana BUMN yang betul-betul itu adalah bisnis murni," terangnya.

Ketiga, mengenai hak imunitas. Dalam poin ini akan dibahas mengenai apakah direksi perlu mendapat hak imunitas selama tidak bermasalah. Dia menjelaskan, dalam Undang-undang PT semua direksi dan komisaris dalam rangka menjalankan perusahaan selama sesuai ditetapkan dalam RUPS, ia tidak boleh dituntut pidana kecuali bermasalah.

"Tapi karena banyak BUMN kita masih menggunakan government judgement rule, orang dalam rangka menjalankan bisnis tidak ada ultra virus, kemudian itu bisnisnya rugi, maka dia bisa dikategorikan menjadi kerugian negara," terangnya.

Keempat, soal mutasi dalam rangka penyelamatan. Dia menjelaskan, masing-masing BUMN merupakan entitas yang berdiri sendiri yang tidak bisa melakukan mutasi antar rekening. Jadi, BUMN yang mengalami kelebihan likuiditas tidak bisa menolong BUMN yang krisis likuiditas.

"Nah karena itu satu-satunya langkah dalam undang-undang ini ada pemikiran untuk membuat reformasi, memformat ulang, bagaimana pengelola Meneg BUMN itu, Kementerian BUMN kita jadikan sebagai pengelola BUMN dan sebagai kuasa, perwakilan pemegang saham secara utuh. Kalau saat ini kan baru mewakili Menteri Keuangan. Karena kuasa pemegang saham masih Menteri Keuangan," terangnya.

Kelima, ialah wacana pembentukan super holding. Nantinya, super holding ini dipimpin oleh seorang menteri.

"Akibat dari formulasi struktur ini maka muncul gagasan bentuknya adalah super holding. Super holding itu nanti dikelola dan dipimpin oleh seorang menteri. Apakah menterinya menteri apapun, itu kita serahkan kepada Bapak Presiden, karena itu untuk membentuk kementerian adalah hak prerogatif Bapak Presiden," terangnya.


Hide Ads