Sri Mulyani Ungkap 3 Fakta Ancaman Inflasi Jumbo AS ke RI

Sri Mulyani Ungkap 3 Fakta Ancaman Inflasi Jumbo AS ke RI

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 26 Nov 2021 06:50 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI. Sri Mulyani membahas kondisi ekonomi di tahun 2020.
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai situasi perekonomian dunia khususnya Amerika Serikat (AS) saat ini. Meroketnya inflasi di Negara Paman Sam itu menentukan arah kebijakan moneter dari Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) ke depan yang dampaknya bisa dialami negara berkembang seperti Indonesia.

Departemen Perdagangan AS telah melaporkan inflasi yang dilihat dari personal consumption expenditure (PCE) melesat 5% year-on-year (YoY) di bulan Oktober. Rilis tersebut menjadi yang tertinggi sejak November 1990.

Sementara inflasi inti PCE yang tidak memasukkan item energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 4,1% YoY, lebih tinggi dari bulan September 3,6% YoY. Inflasi yang menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter ini berada di level tertinggi sejak Januari 1991.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut tiga faktanya:

1. Rupiah Bisa 'Babak Belur'

Tingginya inflasi AS bisa memberikan dampak langsung ke Indonesia. Salah satu contohnya seperti nilai tukar rupiah yang bisa melemah.

ADVERTISEMENT

"Kenaikan suku bunga di AS menimbulkan komplikasi di negara berkembang, outflow yang menimbulkan pelemahan nilai tukar rupiah dan menimbulkan dampak ekonomi domestik," kata Sri Mulyani dalam acara Squawk Box CNBC Indonesia, Kamis (25/11/2021).

2. Sri Mulyani Waspadai Harga Komoditas

Inflasi di Indonesia disebut masih terkendali. Meski begitu, Sri Mulyani tetap mewaspadai beberapa komoditas yang berpotensi terjadi kenaikan seperti pakan, alas kaki, perlengkapan rumah tangga, hingga transportasi.

"Kita lihat pakan dan alas kaki ada sedikit kenaikan tapi masih di bawah level yang rendah. Perlengkapan rutin rumah tangga juga mengalami tendensi kenaikan, dan kita lihat makanan dan minuman masih relatif stabil. Untuk transportasi terjadi kenaikan dan ini perlu kita lihat karena sangat berkaitan erat dengan mobilitas dari masyarakat," jelasnya dalam konferensi pers APBN KiTa.

3. Inflasi Jadi Masalah Baru Ekonomi Dunia

Inflasi menjadi masalah baru dalam pemulihan ekonomi dunia. Hal ini terjadi setelah varian delta COVID-19 memberikan tekanan kepada ekonomi negara-negara di dunia.

"Masalah baru ekonomi dunia adalah inflasi di negara-negara maju. Ini akan jadi tantangan yang sangat nyata bagaimana langkah-langkah mereka menjinakkan kembali tanpa menyebabkan pelemahan ekonomi di AS dan goncangan dunia," katanya.

Tak cuma di AS, inflasi tinggi juga terjadi di negara maju seperti Inggris yang sudah menembus di atas 4%, China di 1,5%, hingga Prancis. Ini menambah tekanan pada negara-negara dunia lainnya yang inflasinya sudah sangat tinggi seperti Argentina dan Turki.

"Pressure ini akan menciptakan komplikasi pada ekonomi dunia." ungkapnya.

(aid/ara)

Hide Ads