Bantul -
Berawal dari mencari hiburan pasca alami kebangkrutan, seorang pria asal Bantul Ervan Soleh Hantara (40) akhirnya menekuni ternak merpati hias. Bahkan, dari ternak burung merpati itu Ervan mampu melunasi utang piutang hingga mendulang puluhan juta perbulannya.
Warga Pedukuhan Manding Gandekan, Kalurahan Trirenggo, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul ini menjelaskan, bahwa dulunya sama sekali tidak menyangka akan menjadi peternak burung. Menurutnya, hal itu berawal dari kebangkrutannya dalam merintis usaha seluler, khususnya distribusi sparepart handphone.
"Usaha seluler distribusi alat-alat handphone tahun 2008, terus tahun 2011-2012 collapse atau bangkrut sekitar Rp 1 Miliar," katanya saat ditemui detikcom di kediamannya, Pedukuhan Manding Gandekan, Kamis (2/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat kebangkrutan tersebut, pria yang kerap disapa Pawiro ini merasa butuh hiburan untuk mengobati kegagalannya dalam usaha seluler. Karena teringat kesukaannya memelihara burung merpati sejak kecil, Pawiro mulai membeli sepasang merpati hias.
"Dan di tahun itu juga berpikir kalau butuh hiburan, karena saya orang dusun ya sudah pelihara burung. Nah, tahun 2012-2013 itu saya memelihara sepasang merpati hias, waktu itu jacobin tapi yang sudah kualitasnya sudah jelek. Waktu itu saya beli sepasang merpati hias Rp 750 ribu," ujar Pawiro.
Selanjutnya, Pawiro mulai merawat sepasang merpati tersebut hingga akhirnya mulai beranak-pinak. Lebih lanjut, dia mulai memposting anakan merpati hias tersebut ke media sosial dan berujung dengan lakunya anakan tersebut.
"Dan bulan berikutnya sudah miyik (burung merpati beranak), anaknya kelihatan dan langsung laku Rp 750 ribu saat itu," katanya.
Pemilik Pawiro Birdfarm ini melanjutkan bahwa pada tahun berikutnya mulai tertarik untuk mengembangkan hal yang disukainya menjadi lebih besar. Terlebih, saat itu dia melihat potensi penjualan merpati hias.
"Tahun berikutnya saya sampai jual mobil dan sumbangkan motor yang belum lama saya kredit ke yayasan. Kenapa? Ya biar benar-benar bisa netral (memulai usaha dari nol) karena saya terlilit hutang dan ingin agar tidak punya hutang lagi atau menghindari riba," ujarnya.
Dari hasil menjual mobil itu, Pawiro langsung membeli banyak jenis merpati hias. Karena kesukaannya akan memelihara merpati, usahanya mulai berkembang dan mampu mendulang puluhan juta rupiah.
"Dari tidak punya mobil, motor dan rumah karena kan masih ngontrak akhirnya tahun 2013 mulai bisa bayar tempat ini (tempat tinggalnya saat ini)," ucapnya.
"Karena saat itu bisnis lancar untuk jual beli merpati hias dengan omzet sampai Rp 30 juta sampai Rp 40 juta perbulan, itu ternakan sendiri," lanjut Pawiro.
Pasalnya, untuk perawatan merpati hias terbilang mudah khususnya buring pemakan biji-bijian. Seperti hanya tinggal menyediakan kandang, menyediakan tempat minum dan makan beserta isinya, tempat bersarang dan kalau perlu dikasih jamu.
Capaian tersebut membuat pria murah senyum ini mulai mengembangkan merpati hias hingga merpati endemik. Bahkan, untuk merpati endemik sempat diekspor ke luar negeri.
"Jenis merpati endemik ada 17-20 ekor, saat itu sempat ekspor ke Qatar senilai Rp 300 juta, lalu Mesir sempat ekspor senilai Rp 150 juta," ucapnya.
Pawiro mengaku bisa menembus hingga pasar luar negeri karena memasarkan hasil ternakan burung merpati melalui platform digital. Selanjutnya, ketika ada pembeli yang tertarik dan ingin membeli dengan jumlah besar dia berkolaborasi dengan peternak lain.
"Itu (uang jualan burung sampai luar negeri) dibagikan ke teman-teman breeding yang ternak di sekitaran kita. Sampai terakhir ekspor merpati krey ke Bangladesh, saat itu beberapa ratus pasang pesannya dan nilainya hampir Rp 200 juta," ucapnya.
"Teknisnya pembeli ke sini milih sendiri dan kita kumpulkan dari para peternak dan ada yang masuk kita indenkan lagi ke komunitas dan dijual lagi," imbuhnya.
Saat ini, Pawiro memiliki ratusan merpati hias dengan berbagai jenis. Tak hanya merpati hias, dia juga mengembangbiakkan berbagai jenis burung lainnya.
"Kalau jumlah burung saat ini ada ratusan, ya paling paling 250 ekor lebih tapi itu belum sama yang merpatinya ya," ujarnya.
"Karena di sini itu selain jenis punai super dove, paling mudah jenis tekukur, tekukur warna, tekukur hias, terus puter, jenis puter ada puter lokal, dederuk merah Sulawesi, delimukan Jawa, Sulawesi, pergam (imperial pigeon), terus lainnya seperti johan, johan (burung) pemakan buah," lanjut Pawiro.
Berapa omzetnya? baca di halaman berikutnya
Menyoal omzet bulanan, Pawiro mengaku relatif karena menyesuaikan situasi pasar. Seperti saat pandemi COVID-19 melanda, Pawiro mengaku burung hasil ternaknya sangat sulit laku.
"Kalau omzet sekarang relatif, paling Rp 10 juta sampai Rp 30 juta perbulan, tapi kadang ya blank (tidak ada pemasukan) karena Corona," ujarnya.
Karena usaha kerasnya, Pawiro saat ini berhasil melunasi hutang-hutangnya. Bahkan Pawiro saat ini mampu memberangkatkan umrah orangtuanya dan tengah membangun tempat untuk berinteraksi komunitas penggemar burung, nongkrong, hingga pelatihan di Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul.
"Sampai tahun 2019 kita lunas ribanya, karena utang memang banyak. Terus tahun 2020 awal saya bisa umrahkan ayah saya, ya untuk menyenangkan orangtua mas. Dan saat ini mau buat cafe untuk sharing pelatihan komunitas habis Rp 500 juta," katanya.
Simak Video "Polisi Tangkap Buron Kasus Penipuan Bermodus Gendam di Jateng!"
[Gambas:Video 20detik]