So Sad! Pegawai Milenial Paling Capek Kerja Dibandingkan Generasi Lain

So Sad! Pegawai Milenial Paling Capek Kerja Dibandingkan Generasi Lain

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 23 Des 2021 11:01 WIB
Stressed upset business woman feeling backpain working on laptop sitting in incorrect posture, tired fatigued student rub back suffer from spine muscular pain injury lumbar backache concept in office
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes
Jakarta -

Sudah hampir dua tahun pandemi COVID-19 menyebar dan mengubah pola hidup setiap orang. Hal ini juga berpengaruh pada tingkat kelelahan pegawai di tempat kerja alias burnout, terutama milenial.

Mengutip CNBC, Kamis (23/12/2021), menurut penelitian terbaru dari Gallup dan MetLife, tingkat kelelahan di tempat kerja telah mencapai titik tertinggi bagi karyawan di Amerika Serikat (AS).

Di antara para pekerja yang mengalami kelelahan, ternyata mereka yang berasal dari generasi milenial yang paling banyak mengalaminya di tempat kerja dibandingkan generasi lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingkat kelelahan pada para pekerja meningkat dari 27% pada tahun 2020 menjadi 35% pada tahun 2021. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada para pekerja dari generasi milenial.

Selain itu, ditemukan bahwa 42% pekerja dari generasi milenial melaporkan kelelahan dan stres di tempat kerja. Sedangkan 34% Gen Z, 27% Gen X, dan 21% Baby Boomers melaporkan hal yang sama.

ADVERTISEMENT

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Simak juga Video: Hey! Pebisnis Milenial dan Gen Z Tak Ada Sukses yang Instan

[Gambas:Video 20detik]



Biang Kerok Burnout

Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) selama masa pandemi telah menyebabkan perusahaan berjuang untuk mengisi posisi yang terbuka, yang mengakibatkan stres tambahan bagi para pekerja.

Banyak dari mereka harus bekerja lebih keras untuk memenuhi tugas sehari-hari di tempat kerja karena kurangnya SDM. Hal inilah yang membuat para pekerja saat ini merasa kelelahan.

Faktor lain yang menyebabkan peningkatan stres seperti kurangnya dukungan, komunikasi yang tidak jelas dari atasan, dan beban kerja yang tidak dapat dikelola dengan baik.

Untuk mengatasi permasalahan ini adalah memberikan dukungan dan manfaat lebih kepada para karyawan yang masih bertahan. Mulai dari bantuan berupa alat perencanaan keuangan, pelatihan, dan manfaat kerja lainnya untuk menurunkan tingkat kelelahan.

"Saat kami membayangkan kembali tenaga kerja masa depan, pengusaha harus mempertimbangkan berbagai kebutuhan manajer mereka, dan alat apa yang mungkin mereka perlukan untuk kesuksesan jangka panjang," Missy Plohr-Memming, wakil presiden senior kelompok manfaat di MetLife.


Hide Ads