Para millennial sultan Singapura baru-baru ini banyak yang berlomba memburu bungalow kelas atas, seperti rumah mewah hingga villa. Bungalow adalah jenis rumah satu lantai dengan dengan teras yang atapnya miring (biasanya kecil).
Uniknya, bungalow mewah yang diburu mereka bukan lah model yang modern, melainkan yang berasal dari zaman kolonial. Berdasarkan riset properti terkemuka Singapura Knight Frank, rata-rata rumah yang diincar berukuran 1.400 meter di wilayah rindang, tepatnya distrik utama negara kota itu.
Bersumber dari sumber riset yang sama, jumlah bungalow mewah yang terjual tahun lalu, naik tiga kali lipat menjadi 60, dari 2019. Padahal di Singapura, jumlah rumah jenis itu sangat jarang, dan hanya ada 2.500 bush.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Penelitian Savills Plc Singapura Alan Cheong, mengatakan bagi anak-anak muda disana, membeli bungalow adalah cara untuk menunjukkan bahwa mereka menghasilkan dan memiliki uang, bukan termasuk cara untuk melestarikan kekayaan.
"Ini lebih merupakan kasus ingin orang tahu bahwa mereka menghasilkan uang," jelas Cheong dikutip dari Ensiklopedia Britannica.
Selain Cheong, salah satu milenial tajir asal Singapura sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Three Arrows Capital, Su Zhu, yang juga membeli properti mahal.
Melalui akun twitter pribadinya yang dikutip pada Selasa, (15/02/2022), Zhu yang berumur 30 tahunan itu berkeinginan, untuk membeli semua bungalow kelas atas, lalu mengubahnya menjadi taman dan pertanian regeneratif.
Su Zhu dan istrinya diberikan pilihan untuk membeli sebuah bungalow di daerah kelas atas Bukit Timah, dengan harga hampir SG$ 49 juta atau sekitar Rp 521 miliar (asumsi Ro 10.600/SG$).
Simak juga Video: Forbes Beri Gelar Raffi Ahmad-Nagita 'The Sultan of Content'