Jakarta -
Invasi militer Rusia ke Ukraina diyakini membawa dampak luas ke masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Meletusnya perang dua negara bekas Uni Soviet tersebut diproyeksi membawa efek domino terhadap kenaikan sejumlah harga barang.
Rusia sebagai produsen minyak terbesar ketiga di dunia dipastikan akan membawa banyak dampak beruntun. Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menjelaskan, fakta ini akan memicu kenaikan harga komoditas yang akhirnya menular ke banyak harga barang lainnya.
"Ini bisa memicu kenaikan harga kebutuhan pokok, pangan, energi, dan penyesuaian tarif listrik, gas, BBM jenis Pertamax atau Pertalite," katanya kepada detikcom, dikutip dari Podcast Tolak Miskin, Jumat (25/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga minyak dunia tercatat sudah melompat ke US$ 100 per barel, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer ke ibu kota Ukraina, Kiev, pada Kamis (24/2) kemarin.
Sementara asumsi makro APBN 2022 sendiri menetapkan harga minyak di angka US$ 63 per barel. Mengacu kepada selisih harga tersebut, maka kenaikan harga BBM hingga bahan pokok diproyeksi bakal terjadi.
"Dampaknya akan langsung terasa dalam 1-2 minggu ke depan. Bahkan ketegangan ini juga memicu naiknya harga kedelai, daging sapi impor, dan batu bara. Dampaknya akan langsung instan dirasakan," katanya.
Kenaikan harga BBM hingga tarif listrik memang bisa diredam jika pemerintah menambah belanja subsidi energi. Namun hal ini masih menjadi pertanyaan.
"Di sini pentingnya APBN nya siap nggak menanggung subsidi energi yang jauh lebih besar," jelas Bhima.
Harga Indomie Naik
Tak cukup sampai di situ, invasi militer Rusia ke Ukraina juga bisa berdampak terhadap pasokan gandum di Indonesia.
Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Indonesia adalah negara tujuan utama ekspor gandum Ukraina. Sementara Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat, Ukraina adalah pemasok gandum terbesar kedua untuk Indonesia, setelah Australia.
Terganggunya pasokan gandum tentu dapat memengaruhi harga-harga produk turunan gandum di Indonesia mulai dari tepung, roti hingga mi instan.
"Sangat mungkin, baik dari segi gandumnya dan juga minyak goreng. Konsekuensinya produksinya berkurang atau harganya harus dinaikkan," kata Bhima.
Memang, ada alternatif mengalihkan impor dari Ukraina ke negara-negara pemasok gandum lainnya. Tapi menurut Bhima, hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belum lagi kalau konflik ini berkepanjangan.
"Akan sulit untuk langsung mengubah perjanjian kontrak ke negara lain yang pasokannya lebih stabil. Untuk cari sumber gandum lain butuh waktu yang tidak sebentar. Ada jeda 2-3 bulan untuk mencari sumber impor yang baru." kata Bhima.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani berharap konflik antara kedua negara Eropa Timur itu tidak berlangsung lama. Shinta berpendapat, untuk jangka pendek, kondisi yang terjadi saat ini seharusnya tidak terlalu berdampak ke perdagangan Indonesia.
"Ukraina itu impor gandumnya bukan terbesar ke Indonesia. Menurut saya nggak signifikan. Mestinya nggak sampai seperti itu (harga naik). Makanya tergantung berapa lama konflik ini," katanya.
Meski demikian, Shinta mengakui suplai migas dari Rusia akan memengaruhi harga BBM hingga biaya logistik dunia. Tapi untuk urusan dagang dengan Rusia maupun Ukraina, kedua negara itu dirasa tak terlalu berpengaruh terhadap ekspor-impor Indonesia, karena porsinya tergolong kecil.
"Di sisi perdagangan, mungkin kita akan terganggu dari segi suplai dan harga migas, karena embargo global terhadap Rusia yang pengaruhi stabilitas suplai dan harga minyak dunia. Tapi di luar itu kami rasa tidak ada perubahan berarti karena kontribusi kedua negara tersebut masih kecil," katanya.
"Perdagangan dengan Rusia didominasi migas, besi baja, dan alutsista. Ini bisa disubstitusi oleh negara lain karena volume perdagangannya tidak dominan. Dari sisi ekspor kita yang terbesar hanya CPO, tapi itu juga jumlahnya sedikit dibanding ekspor ke negara lain. Jadi ini saya rasa nggak terlalu signifikan." tambahnya.