Harga Indomie Naik
Tak cukup sampai di situ, invasi militer Rusia ke Ukraina juga bisa berdampak terhadap pasokan gandum di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Indonesia adalah negara tujuan utama ekspor gandum Ukraina. Sementara Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat, Ukraina adalah pemasok gandum terbesar kedua untuk Indonesia, setelah Australia.
Terganggunya pasokan gandum tentu dapat memengaruhi harga-harga produk turunan gandum di Indonesia mulai dari tepung, roti hingga mi instan.
"Sangat mungkin, baik dari segi gandumnya dan juga minyak goreng. Konsekuensinya produksinya berkurang atau harganya harus dinaikkan," kata Bhima.
Memang, ada alternatif mengalihkan impor dari Ukraina ke negara-negara pemasok gandum lainnya. Tapi menurut Bhima, hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belum lagi kalau konflik ini berkepanjangan.
"Akan sulit untuk langsung mengubah perjanjian kontrak ke negara lain yang pasokannya lebih stabil. Untuk cari sumber gandum lain butuh waktu yang tidak sebentar. Ada jeda 2-3 bulan untuk mencari sumber impor yang baru." kata Bhima.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani berharap konflik antara kedua negara Eropa Timur itu tidak berlangsung lama. Shinta berpendapat, untuk jangka pendek, kondisi yang terjadi saat ini seharusnya tidak terlalu berdampak ke perdagangan Indonesia.
"Ukraina itu impor gandumnya bukan terbesar ke Indonesia. Menurut saya nggak signifikan. Mestinya nggak sampai seperti itu (harga naik). Makanya tergantung berapa lama konflik ini," katanya.
Meski demikian, Shinta mengakui suplai migas dari Rusia akan memengaruhi harga BBM hingga biaya logistik dunia. Tapi untuk urusan dagang dengan Rusia maupun Ukraina, kedua negara itu dirasa tak terlalu berpengaruh terhadap ekspor-impor Indonesia, karena porsinya tergolong kecil.
"Di sisi perdagangan, mungkin kita akan terganggu dari segi suplai dan harga migas, karena embargo global terhadap Rusia yang pengaruhi stabilitas suplai dan harga minyak dunia. Tapi di luar itu kami rasa tidak ada perubahan berarti karena kontribusi kedua negara tersebut masih kecil," katanya.
"Perdagangan dengan Rusia didominasi migas, besi baja, dan alutsista. Ini bisa disubstitusi oleh negara lain karena volume perdagangannya tidak dominan. Dari sisi ekspor kita yang terbesar hanya CPO, tapi itu juga jumlahnya sedikit dibanding ekspor ke negara lain. Jadi ini saya rasa nggak terlalu signifikan." tambahnya.
(eds/ang)