Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bercerita dalam 30 tahun terakhir Indonesia mengalami tiga krisis ekonomi yang sangat berat. Hal itu terjadi pada 1997-1998, 2008, dan krisis ekonomi imbas pandemi COVID-19 yang terjadi sampai sekarang.
"Dalam 30 tahun terakhir kita menghadapi tiga krisis besar yang pernah menghantam Indonesia. Dampaknya begitu luar biasa," ujarnya dalam pembukaan beasiswa LPDP, Jumat (25/2/2022).
Pertama, krisis keuangan 1997-1998 terjadi di Indonesia yang melanda perbankan sehingga pemerintah harus melakukan kebijakan luar biasa dengan bailout yang begitu mahal. Kebijakan itu bahkan menjadi warisan sampai saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang sampai hari ini kalau kalian dengar bagaimana pemerintah berupaya mendapatkan kembali dana BLBI, itu adalah warisan 97-98," jelasnya.
Krisis tersebut sangat menghantam Indonesia tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga 13%. Kejadian itu memaksa pemerintah terutama kementerian keuangan harus bertransfomasi, sekaligus melahirkan beberapa Undang-undang (UU).
"Kemudian kita bangkit dengan melakukan perbaikan. Perbaikan reformasi yang kalian nikmati yakni di bidang keuangan negara. Pengelolaan APBN jauh lebih transparan dan kita bisa jadi instrumen fiskal yang terus mengatasi masalah pembangunan. Ini adalah buah dari krisis 97-98, ada UU keuangan negara dan UU BPK," jelasnya.
Kedua adalah krisis keuangan tahun 2008 yang terjadi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Meski tidak terjadi di Indonesia, dampak dan guncangannya sangat terasa ke Tanah Air.
"Ini adalah krisis skala besar sehingga disebut krisis keuangan global. Waktu itu Indonesia dan sektor keuangannya tetap resilient. Namun krisis global melahirkan reformasi di sektor keuangan terutama bank sentral dan pengawasan keuangan, di situ lahir UU OJK. Kita belajar dari krisis keuangan global," kata dia.
Apa krisis ketiga, baca di halaman berikutnya
Ketiga adalah krisis pandemi COVID-19 yang masih terjadi saat ini. Krisis ini sangat sulit di bidang kesehatan karena tidak diprediksi kehadirannya dan kapan selesainya sehingga mengharuskan pemerintah kembali melakukan kebijakan luar biasa baik disisi kesehatan maupun non kesehatan.
"Kita lihat dalam 2 tahun setengah ini, tiba-tiba anak-anak kita harus belajar dari rumah, banyak kegiatan ekonomi bertransformasi dan andalkan teknologi digital," paparnya.
Sri Mulyani menyebut semua krisis itu memberikan pembelajaran dan menghasilkan sesuatu baru bagi negara. Sebab, setiap krisis mengharuskan negara bertahan dan mencari solusi untuk menghadapinya.
"Jadi setiap krisis mengharuskan kita untuk membuat suatu kebijakan yang baru. Memang sulit, namanya juga tantangan, namanya krisis pasti tidak mudah, namun kita tidak menyerah," pungkasnya.
(aid/zlf)