Perusahaan pembuat kendaraan merek Dodge dan Jeep, yaitu Stellantis merasa tidak perlu menutup pabriknya di Rusia. Perusahaan menilai penutupan operasi bisnis di Rusia salah sasaran dan menambah kisruh yang sudah terjadi.
Stellantis hingga saat ini belum mengumumkan rencana untuk menutup pabriknya di Rusia seperti yang dilakukan kebanyakan perusahaan ternama lainnya.
CEO Stellantis, Carlos Tavares mengatakan bahwa dirinya merasa penutupan bisnis di Rusia hanya akan merugikan orang yang salah.
"Kami menganggap kami tidak boleh mencampuradukkan rezim dan orang-orang," kata Carlos dikutip dari CNN Business, Senin (7/3/2022).
Ia juga mengatakan, rezim adalah satu hal, warga adalah hal yang lain. Sehingga menurutnya tidak bisa kita menutup produksi yang dibutuhkan masyarakat hanya karena alasan untuk 'menghukum' salah satu pihak.
Pabrik Stellantis sendiri berada di Kaluga, jaraknya sekitar 90 km dari Moskow dengan total karyawan sebanyak 2.700 orang.
"Kami menghormati dan mencintai masyarakat lokal, meski itu berarti kami memiliki orang-orang di Ukraina, kami merawat mereka. Kami memiliki orang-orang di Rusia dan kami juga mencintai mereka," kata Tavares.
Ia tidak ingin menambah kesusahan warga-warga yang sudah menjadi korban perang hanya karena rezim para petinggi yang tengah terjadi.
"Berhenti bekerja di pabrik akan merugikan pabrik Stellantis di Rusia dan akan merugikan mata pencaharian pekerja di sana, bukan kepemimpinan Rusia," tambahnya.
Tidak mengurangi sisi kemanusiaan dari perang yang terjadi, Stellantis juga memberikan dana bantuan bagi para pengungsi Ukraina sebesar US$ 1,1 juta atau setara Rp 15,8 miliar.
Simak Video "Kaleidoskop 2022: Rusia-Ukraina Belum Ada Tanda-tanda Gencatan Senjata"
[Gambas:Video 20detik]
(das/das)