Markus menilai selisih itu terlalu tinggi. Ia pun bertemu dengan Kementerian Perdagangan dan mengusulkan bayar saja untuk subsidi Rp 4.000 hingga Rp 5.000 dari pada Rp 10.200 dengan skema DMO.
"Pak, kalau pengusaha dirasehin begitu mending kalau memang Bapak mau memberikan subsidi, daripada repot repot tentukan saja ini (besarannya), kalau kita DMO sekian katakanlah selisihnya sebesar itu (Rp 10.200), sudah Pak, kita disuruh bayar saja per ekspor itu Rp 4000-5000," katanya kepada pihak Kementerian perdagangan, yang ia tidak disebutkan namanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian uang itu disinkronkan dengan Bantuan Langsung Tunai milik Kementerian Sosial untuk dibagikan kepada yang benar-benar membutuhkan. Tidak seperti sekarang, semua pihak, baik yang kaya maupun miskin menikmati minyak goreng murah.
"Toh yang memang kita mesti subsidi kan orang-orang yang membutuhkan. Kalau sekarang orang-orang yang punya duit juga dapat. Di AON (pusat perbelanjaan) kemarin, saya lihat harga minyak goreng Rp 28.000 ukuran dua liter. Tapi di kampung, saya kebetulan sekarang di Sukabumi, saya lewat di beberapa toko-toko warung itu yang satu liter harganya Rp20.000," pungkasnya.
(dna/dna)