Pengusaha Terbelah Soal Tarif PPN Naik Jadi 11% Mulai April

Pengusaha Terbelah Soal Tarif PPN Naik Jadi 11% Mulai April

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 16 Mar 2022 07:35 WIB
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid/Foto: Tangkapan layar
Jakarta -

Kalangan pengusaha dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendukung rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% mulai April 2022. Sedangkan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah menunda kenaikan PPN.

Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan kenaikan PPN akan membantu pemerintah meningkatkan penerimaan negara. Ujungnya pemerintah dapat menekan kembali defisit APBN ke arah maksimal 3% di 2023.

"Kami mendukung kenaikan PPN. Kenaikan tarif PPN merupakan upaya untuk membantu meningkatkan penerimaan negara dan menekan defisit anggaran APBN ke arah maksimal 3% di 2023," ujar Arsjad dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arsjad pun menegaskan kenaikan PPN tidak akan membuat kenaikan harga barang-barang pokok. Dia menilai justru yang menaikkan harga barang adalah kondisi politik global.

"Inflasi di Indonesia yang berimbas ke harga bahan pokok tidak disebabkan karena PPN. Kenaikan bahan baku pokok disebabkan situasi politik dunia, yang saat ini tidak stabil. Di mana terdapat konflik Rusia dan Ukraina yang sebabkan instabilitas perdagangan global," ungkap Arsjad.

ADVERTISEMENT

Belum lagi, pandemi COVID-19 telah memberikan tantangan baru di sektor logistik yang membuat kenaikan angkutan dan berimbas kepada rantai pasok barang-barang pokok.

"Lalu tantangan logistik dunia terganggu rantai pasok pandemi juga, jadi salah satu kenaikan angkutan logistik yang berdampak pada kenaikan harga bahan baku," ungkap Arsjad.

Di saat yang sama, Arsjad juga mengajak seluruh anggota untuk berkomitmen tidak menaikkan harga barang dan jasa pada saat kenaikan tarif PPN ini.

"Kita harus turut membantu pemerintah dan masyarakat agar di pasar tetap tersedia barang dengan harga terjangkau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik," ungkap Arsjad.

Selain itu, upaya pemerintah untuk mengenakan PPN Final dengan tarif rendah dan administrasi yang sederhana di UU HPP agar segera dilaksanakan untuk membantu pelaku usaha, khususnya UMKM.

"Terlebih dengan adanya PTKP untuk WP OP UMKM sebesar Rp 500 juta setahun. Saat ini pemberdayaan UMKM dan koperasi dalam rantai pasok bahan pangan sangat perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaan pangan di tingkat konsumen agar stabilitas harga pangan tetap terjaga," kata Arsjad.

Lihat juga video 'Menkeu: Kebutuhan Pokok, Jasa Pendidikan-Kesehatan dikenai PPN Rendah':

[Gambas:Video 20detik]



Pengusaha mal minta kenaikan PPN ditunda. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Arsjad juga meminta pemerintah secara bersamaan dapat memperkuat program perlindungan sosial karena situasi bulan puasa dan lebaran yang memerlukan dukungan agar harga-harga kebutuhan masyarakat lebih terjangkau.

"Kami juga mengusulkan agar dapat diberikan fasilitas PPN DTP (Ditanggung Pemerintah), terutama untuk barang kebutuhan pokok yang belum mendapat fasilitas, seperti minyak goreng dan gula pasir," kata Arsjad.

Menurutnya, dukungan pemerintah dalam bentuk tambahan nilai Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat yang kurang mampu masih diperlukan selama inflasi global ini berlangsung.

Pengusaha Mal Minta Kenaikan PPN Ditunda

Berbeda dengan Kadin, pengusaha mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) justru meminta pemerintah menunda kenaikan PPN menjadi 11%.

Permintaan tersebut disampaikan untuk menghindari kenaikan harga di tingkat konsumen. APPBI menilai kenaikan PPN akan memicu kenaikan harga produk dan barang-barang di pusat perbelanjaan. Belum lagi, kenaikan harga produk juga masih bisa terjadi selama ketegangan Rusia dan Ukraina masih berlanjut.

"Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11% sebaiknya ditunda karena akan semakin mendorong kenaikan harga produk dan barang sehingga berpotensi semakin sulit dijangkau oleh masyarakat terutama kelas menengah bawah," ujar APPBI dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (10/3/2022).

Selain itu serangan militer Rusia ke Ukraina disebut telah mengakibatkan berbagai tekanan dalam perekonomian, sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan dalam sektor perdagangan.

Di sisi lain, kenaikan harga produk dan barang menjadi salah satu ancaman utama dalam industri usaha ritel. Hal itu bisa terjadi karena rantai pasok ataupun rantai distribusi terganggu dan mengalami kenaikan biaya energi.

Ujungnya mengakibatkan bertambahnya biaya produksi yang dapat mengakibatkan kenaikan harga produk dan barang. APPBI juga menilai kondisi daya beli masyarakat masih belum pulih akibat pandemi yang telah memasuki tahun ketiga.

"Potensi kenaikan harga produk dan barang semakin terancam dengan rencana kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang akan berlaku efektif mulai 01 April 2022 yang akan datang," ujar APPBI.


Hide Ads