Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 1 April 2022 mendatang. Pengamat menilai jika keputusan ini tidak adil dan tidak bijak mengingat daya beli masyarakat masih lemah akibat pandemi COVID-19.
Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan jika dalam rencana kenaikan tarif itu tidak adil untuk rakyat. Pasalnya untuk pajak perusahaan justru diturunkan ke angka 22% dari sebelumnya 25%.
"Sebelumnya direncanakan turun 20% tapi akhirnya dibatalkan. Sementara untuk rakyat itu dinaikkan. Rasa keadilannya yang utama kan di situ. Tapi untuk rakyat dinaikkan. Ini nggak peduli rakyat kecil atau kaya bayar PPN nya sama," kata dia dalam wawancara CNN TV, dikutip Jumat (25/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal mengungkapkan seharusnya sebelum memutuskan kenaikan tarif PPN ini, sebaiknya pemerintah mengintensifkan penerimaan. Ini artinya produktivitas PPN harus ditingkatkan.
Menurut dia di Indonesia masih banyak ruang yang belum tergali untuk PPN. Misalnya kegiatan ekonomi digital baru sampai sektor lainnya.
Dia mengungkapkan kenaikan PPN ini akan membebani masyarakat, pasalnya konsumsi masyarakat sebelum pandemi rata-rata naik 5%. Sedangkan tahun lalu masih 2%. "Kelihatan sekali daya belinya sebagian besar masih rendah, tercermin dari mereka rela bela-belain berjam-jam antre untuk satu liter minyak goreng," tambah dia.
Faisal menambahkan dengan kenaikan ini daya beli masyarakat atau konsumsi akan terganggu. "Diliat dari sini rasanya sih kurang bijak untuk menambah tarif PPN, di tengah daya beli masyarakat yang masih lemah," jelasnya.
(kil/das)