Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), M Chatib Basri memperkirakan perang antara Rusia dan Ukraina akan berlangsung lama. Sebab, Rusia dinilai cukup kuat menghadapi sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa.
Eropa sendiri menjatuhi sanksi kepada Rusia dengan tidak membeli pasokan energi dari negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin. Di sini Eropa maupun Rusia adu kuat siapa yang akan bertahan lebih lama.
"Jadi logikanya itu sederhana begini, kalau Eropa kuat untuk terdampak energi tidak tersedia (karena memboikot Rusia), dia lebih kuat bertahan lama, mungkin Rusianya yang kalah," katanya dalam diskusi virtual, Senin (4/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi kalau Rusia itu cukup banyak uangnya, dia running current account surplus cukup panjang, dia bisa membuat perang ini berlangsung cukup lama di mana Eropa akan menyerah," sambungnya.
Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat sebuah sanksi itu efektif atau tidak efektif. Misalnya saja dari segi politik dan ekonomi. Dalam hal ini apakah negara yang diberikan sanksi itu kuat secara politik dan ekonomi?
Dari segi politik, Rusia atau Putin khususnya, menurut Chatib terbilang kuat bahkan mungkin Putih dapat bertahan lama di jabatan politiknya saat ini.
Kemudian dari segi ekonomi, dia menilai Rusia terdampak tetapi negara tersebut memiliki surplus neraca transaksi berjalan (current account) selama beberapa tahun, dan punya cadangan devisa yang cukup kuat.
"Saya tidak mengatakan bahwa mereka akan terus-terusan bertahan tetapi ini akan membuat waktunya panjang. Buat Eropa juga ini mereka negara cukup kuat sehingga yang terjadi adalah konfliknya panjang," terangnya.
Lanjut Chatib, dengan kondisi seperti itu maka implikasinya adalah akan terjadi krisis energi, ketidakpastian, dan kenaikan inflasi untuk periode yang relatif panjang.
"Jadi ini pesan pertama karena kalau lihat dari kemungkinannya kelihatannya ini war-nya itu prolonged (berkepanjangan). Itu yang kita harus antisipasi. Jadi kalau tadi Pak Febrio (Kepala BKF) mem-prepare untuk policy 3 bulan, kita mungkin harus berpikir apa mitigasinya kalau ini lebih panjang dari 3 bulan. Ya itu punya implikasi fiskal," tambahnya.
(toy/zlf)