Kesaksian Warga yang Merana Imbas Inflasi Turki Hampir 70%

Kesaksian Warga yang Merana Imbas Inflasi Turki Hampir 70%

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Minggu, 08 Mei 2022 10:00 WIB
Bulgarian tourists walk to their cars with shopping bags in Edirne, near Bulgaria border, in Turkey, Friday, Dec. 24, 2021. Bulgarian shoppers are crossing Turkey’s western border in packed cars and buses, taking advantage of a declining Turkish lira to fuel their own shopping sprees. Their first stop is the currency exchange and then its off to the markets and grocery stores in the northwestern city of Edirne. (AP Photo/Emrah Gurel)
Foto: AP/Emrah Gurel
Jakarta -

Inflasi Turki kian meninggi, bahkan nyaris menyentuh 70% persen atau persisnya 69,97% pada April 2022. Ini merupakan yang tertinggi dalam dua dekade terakhir.

Meroketnya inflasi di Turki didorong konflik Rusia-Ukraina yang membuat kenaikan harga energi dan komoditas setelah jatuhnya lira tahun lalu.

Melemahnya mata uang Turki itu dipicu oleh siklus pelonggaran suku bunga hingga 500 basis poin yang dimulai September lalu atas persetujuan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang memicu lonjakan harga hingga saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak mengherankan hal tersebut memberikan dampak kepada masyarakat, termasuk ke petani.

"Ini adalah waktu tersulit yang pernah saya lihat," kata Mehmet Muzaffer Okay, Kepala Kamar Pertanian Antakya dikutip dari Financial Times, Sabtu (7/5/2022).

ADVERTISEMENT

Sektor pertanian merupakan andalan ekonomi Turki dengan menghasilkan hampir 7% dari produk domestik bruto (PDB).

Okay mengatakan bahwa 25 ribu anggota asosiasinya sedang menghadapi masalah kenaikan biaya dan meningkatnya utang. Melonjaknya biaya produksi pertanian menjadi pendorong kenaikan tajam harga pangan Turki.

Petani bawang, Mahmut Çam menjelaskan dampak dari penurunan mata uang Lira membuatnya menghabiskan sekitar 3.000 lira atau setara Rp 2,91 juta (kurs Rp 970) untuk mengisi lima traktornya dengan solar setahun yang lalu.

Namun kini harganya sudah mendekati 13.000 lira atau Rp 12,61 juta. Selain itu, dia juga mengatakan harga pupuk dan pestisida naik empat kali lipat.

"Kalau barang-barang ini murah, kami bisa menjual produk kami dengan harga murah dan masyarakat juga bisa mendapatkan makanan yang terjangkau. Ketika harganya mahal, produksi akan sedikit dan makanan akan lebih mahal." kata Çam yang juga menanam kentang.

Meski harga pangan meningkat tajam, para petani seringkali terhimpit oleh supermarket yang berada di bawah tekanan pemerintah untuk menurunkan harga dan tengkulak yang terkadang mengeksploitasinya.

Sementara subsidi pertanian di Turki juga telah lama dikritik oleh lembaga-lembaga seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) yang menilai hal itu dapat mendistorsi pasar. Para petani menginginkan lebih banyak bantuan untuk menghadapi lonjakan harga.

Petani jagung dan kapas, Nesim Koç mengatakan bahwa pembayaran solar yang dia dapatkan dari pemerintah cukup untuk menjalankan traktornya hanya untuk beberapa hari dalam setahun. "Mereka perlu memberi kami lebih banyak dukungan," katanya.



Simak Video "Video Sri Mulyani soal Inflasi RI Rendah: Tak Terkait dengan Daya Beli"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads