Dia tak tahu apa masalah yang membuat pembeli kopinya makin sepi, yang jelas menurutnya makin sedikit saja pembeli dagangannya semenjak pandemi merebak di Jakarta.
"Habis pandemi itu makin sepi benar. Kali aja karena orang nggak boleh wisata, nggak boleh ngantor. Apa-apa ditutup. Demo-demo juga banyak dilarang, untung-untungan ada demo begini kita," ujar Rohman.
Setali tiga uang, Agus seorang starling lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Pembeli kopi keliling makin sepi saat ini, pendapatannya pun berkurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak jauh berbeda dari Rohman, pendapatan bersihnya paling besar saat ini cuma mentok sampai Rp 100 ribu. Saking sepinya, Agus yang juga berasal dari Madura bercerita seringkali pendapatannya cuma cukup untuk makan sehari dengan istrinya.
![]() |
Di Jakarta, Agus tinggal bersama dengan istrinya. Menyewa kos satu petak dengan harga Rp 300 ribuan per bulan. Dia meninggalkan satu anak yang masih mengenyam bangku sekolah dasar di Madura.
"Kalau sepi mah cukup makan sama istri aja ya sekitar Rp 50 ribuan lah bersihnya," ujar Agus.
Pendapatan yang makin minim ini harus disiasati Agus untuk berbagai hal. Mulai dari kebutuhan sehari-hari dia dan istrinya di Jakarta, uang sewa kosnya, dan juga mengirim uang ke keluarganya di kampung.
Baik Agus dan Rohman mengaku enggan untuk mencari pekerjaan lain. Mereka mengaku tak bisa melakukan apa-apa lagi selain berkeliling menjajakan kopi starling.
Bersambung di halaman berikutnya.
Simak Video "Melihat Proses Pembuatan Croissant di Nool/Strala Bread Factory"
[Gambas:Video 20detik]