Jakarta -
Karya pelukis jalanan tak bisa dipandang sebelah mata. Meskipun mereka mendapatkan keahlian melukis secara autodidak, alias belajar sendiri, kemampuan mereka menyulap kanvas lewat ayunan kuas tak perlu diragukan lagi.
Pelukis jalanan di trotoar Blok M Square, Rommel bahkan mengaku pernah mendapatkan durian runtuh dari usahanya sebagai pelukis jalanan. Dia bersama kawan-kawan pelukis di kawasan yang sama mendapatkan orderan dengan nilai Rp 100 juta.
"Pernah lukis dinding dapat borongan Rp 100 juta lebih, sama tim, ada 10 orang," katanya saat berbincang dengan detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan bahwa tak ada patokan harga pasti untuk sebuah lukisan. Faktor yang mempengaruhi mahalnya harga lukisan adalah kerumitan dan ukurannya.
Rommel menjual jasanya paling murah Rp 300 ribu untuk satu buah lukisan sederhana yang digambar menggunakan pensil. Dengan kerumitan yang lebih tinggi dan ukuran yang lebih besar, sebuah lukisan bisa dia patok puluhan juta rupiah.
Dalam mengerjakan lukisan dengan kerumitan tinggi, dia membutuhkan waktu 1 bulan untuk menyelesaikan 3 buah lukisan. Sedangkan menyelesaikan sebuah karikatur berukuran sedang bisa dia lakukan hanya dalam 3 hari.
"Kalau yang rumit paling 2-3 biji sebulan," tuturnya.
Bersambung ke halaman selanjuutnya.
Dengan penghasilan yang tidak pasti, Rommel terkadang mengantongi Rp 4 juta per bulan hingga Rp 8 juta.
Rommel memang memiliki darah seni dari sang ayah. Dia mengatakan ayahnya adalah seorang guru melukis. Barangkali hal itu yang membuatnya dapat dengan cepat mempelajari teknik melukis meskipun secara autodidak sedari kecil.
"Saya autodidak, tapi Bapak saya juga pelukis. Bapak saya guru lukis," sebutnya.
Eko Bhandoyo, pelukis di Sentra Lukis Pasar Baru punya cerita serupa. Pernah suatu ketika dia mendapatkan orderan senilai Rp 30 juta yang dia kerjakan seorang diri.
"Untuk satu lukisan ya paling mahal Rp 30 juta karena size-nya, disamping itu faktor kesulitan," tutur Eko.
Tak tanggung-tanggung, dia mengatakan lukisan tersebut dipesan oleh seorang Jenderal yang meminta digambarkan lukisan bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tokoh asal Nanggroe Aceh Darussalam.
Lukisan itu dia buat kurang lebih sekitar 2 tahun lalu. Eko menyebutkan bahwa saat ini lukisan seharga Rp 30 juta itu dipajang di kantor salah satu pejabat di Indonesia.
Dia juga menjual jasa melukis yang biayanya di bawah Rp 1 juta. Dia pernah dibayar paling murah Rp 750 ribu untuk sebuah lukisan. Dalam sebulan dia bisa mengantongi penghasilan kisaran Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.
"Ya cukup untuk biaya kuliah anak. Anak saya banyak, ada 4," sebut Eko.
Sama seperti Rommel, Eko juga memiliki keahlian melukis secara autodidak. Sejak duduk di bangku sekolah dia sudah senang melukis, dan menjadikannya profesi saat dia duduk di bangku kuliah.
Menariknya pendidikan kuliah yang dia ambil menyimpang dari profesinya sebagai pelukis. Dia merupakan lulusan Sarjana Hukum yang tidak pernah mencicipi pekerjaan sesuai gelarnya itu.
"Karena saya masuk Fakultas Hukum juga atas kemauan orang tua. Setelah saya turuti ya sudah, saya ikuti kesukaan saya. Jadi sampai saat ini sejak saya tamat nggak pernah saya pakai itu. Namanya melamar pekerjaan saja saya belum pernah," tambahnya.