Fakta di Balik Badai PHK yang Guncang Dunia Startup RI

Fakta di Balik Badai PHK yang Guncang Dunia Startup RI

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Jumat, 27 Mei 2022 06:30 WIB
Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)
Jakarta -

Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran sedang terjadi di perusahaan rintisan atau startup. Terbaru dua startup, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja dan Zenius Education melakukan PHK terhadap ratusan karyawannya.

Merespon peristiwa ini, Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan secara umum PHK besar-besaran terjadi karena dua sebab.

"Pertama mereka ingin melakukan restrukturisasi karena ada skenario bisnis. Yang kedua, memang pencapaian kinerja lagi kurang bagus sehingga mereka melakukan efisiensi," katanya, kepada detikcom, Kamis (26/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perusahaan yang sedang mengalami penurunan kinerja, lanjut Tauhid, sebelum mengambil langkah PHK besar-besaran lazimnya telah berupaya melakukan perubahan, namun tidak ada hasil. Maka skenario yang diambil adalah PHK.

Tauhid menambahkan, saat ini fenomena ledakan gelembung atau bubble burst memang sedang melanda startup-startup di Indonesia. Bubble burst bisa diketahui dari kinerja perusahaan yang kurang baik.

ADVERTISEMENT

Bubble burst ini menurutnya, bisa saja melanda LinkAja dan Zenius, sama dengan yang terjadi pada perusahaan rintisan pada umumnya.

Sesuai namanya, bubble burst bisa dikatakan adalah fenomena pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan nilai pasar naik sangat cepat, terutama pada nilai aset. Tapi juga diiringi penurunan yang cepat. Maka tidak mengherankan belakangan PHK ratusan karyawan terjadi di beberapa startup.

Mengutip Investopedia, bubble burst disebabkan lonjakan harga aset yang didorong oleh perilaku pasar yang tinggi. Aset biasanya diperdagangkan pada harga atau dalam kisaran harga yang jauh melebihi nilai intrinsik aset. Dengan kata lain, harga tidak selaras dengan dasar aset.

Bubble burst terjadi setiap kali harga barang naik jauh di atas nilai riil barang tersebut. Fenomena ini biasanya dikaitkan dengan perubahan perilaku investor.

Lanjut di halaman berikutnya.

Di pasar ekuitas dan ekonomi fenomena ini menyebabkan sumber daya ditransfer ke area tertentu dengan pertumbuhan yang cepat. Namun, di akhirnya, sumber daya tersebut dipindahkan lagi, menyebabkan harga turun.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan bubble burst terjadi karena ekspektasi yang berlebihan dari investor terhadap potensi startup dalam menghasilkan pendapatan jangka pendek.

"Padahal secara fundamental, sebagian startup masih terbilang merugi dan tidak memiliki daya saing sehingga nilai sahamnya menjadi overvalue. Kalau startup merugi tapi jadi pemenang di pasar dan punya masa depan is okay" katanya.

Jika sudah begitu, maka siap-siap goncangan terasa di perusahaan hingga harus melakukan PHK. "Kalau startup branding-nya saja yang besar, pitching sana sini untuk gaet investor ternyata produknya useless maka siap siap ditinggal investor," jelasnya.

Supaya bubble burst tidak semakin melebar, Bhima berpesan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan startup, diantaranya dengan mengevaluasi ulang target pasar, rubah bisnis model apabila tidak memiliki prospek pasar yang kompetitif, fokuskan pada inovasi layanan atau produk, kolaborasi dengan pihak yang memang potensial.

"Startup juga perlu menurunkan target pertumbuhan secara wajar atau organik, prioritaskan tim manajerial yang solid dibandingkan hanya bertujuan mencari pendanaan tapi produk tidak laku di pasaran," kata Bhima.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan masalah yang menimpa startup disebabkan kurang pendanaan atau produknya tidak sesuai pasar.

"Ini terlalu banyak pertumbuhan startup. Tapi kalau kita lihat untuk pembayaran online seperti LinkAja itu kan banyak sekali model seperti itu, kayak OVO. Tapi pasarnya itu-itu saja," katanya.

Persaingan startup pun tidak terelakkan. Ia memprediksi makin banyak PHK ini akan terus terjadi seiring banyaknya startup.

Selain LikaAja dan Zenius, tercatat PHK massal di startup juga pernah terjadi di TaniHub, Fabelio, Gojek, dan Grab



Simak Video "Video: Badai PHK, Angka Klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan Naik 100 Persen"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads