Pemerintah berencana menghentikan ekspor listrik berbasis energi baru dan terbarukan dalam waktu dekat. Hal ini disampaikan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di sela WEF di Davos, Swiss.
Menanggapi hal ini, pengusaha listrik menganggap jika larangan ekspor listrik harus melihat sisi keseimbangan. Pengusaha juga menyebut jika kecukupan pasokan listrik dalam negeri memang harus diperhatikan.
"Kebutuhan energi ini kan yang paling diutamakan kebutuhan dalam negeri dulu," kata Ketua UMUM Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang kepada detikcom, Selasa (31/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Arthur mengungkap jika produksi listrik dalam negeri mengalami surplus, hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk bekerja sama. Daerah dengan produksi listrik melimpah bisa menyumbang sumber devisa bagi negara.
"Kalo misalnya daerah tersebut memiliki surplus ya bisa saja, kan jadi devisa. tapi kalo negara sedang krisis listrik kan harusnya kebutuhan dalam negeri dulu yang dipenuhi," tambahnya.
Menurutnya prospek suplai listrik di Indonesia sedang mengalami peningkatan. Asalkan ada cukup research margin yang memungkinkan untuk ekspor, maka bisa dijajaki kerja sama. Ia pun melihat hal ini sebagai peluang untuk swasta ikut serta berinvestasi.
Sebelumnya menteri BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah bakal menyetop ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan. Bahlil berujar Indonesia perlu mendahulukan kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
"Indonesia konsisten menyetop ekspor listrik ke negara lain yang untuk energi baru terbarukan. Kenapa di stop, karena harus memenuhi dulu kepentingan dalam negeri. Pakai teori keluarga. Penuhi dulu kebutuhan anak kita dulu. Kalau anak kita masih butuh jangan ke luar dulu," ujar Bahlil.
Meski begitu, Bahlil mendorong investor untuk tetap menanamkan modalnya di Indonesia. Dia berharap sikap pemerintah menyetop ekspor itu tak menyurutkan minat investor berinvestasi di Indonesia.
(zlf/zlf)