AOMI Bantah Pernyataan Kepala BP2MI soal 147 Calon TKI Gagal ke Malaysia

AOMI Bantah Pernyataan Kepala BP2MI soal 147 Calon TKI Gagal ke Malaysia

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 08 Jun 2022 11:55 WIB
Jakarta -

Aliansi Organisasi Masyarakat Indonesia (AOMI) Malaysia mengatakan, pernyataan Kepala BP2MI Benny Ramdani telah memperburuk hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia. Hal itu berkaitan dengan keterangan Benny yang mengatakan ada kesalahan prosedur untuk keberangkatan 147 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dari NTB.

"Apa yang disampaikan Kepala BP2MI jelas telah membuat kegaduhan bagi hubungan kedua negara mengingat pernyataan Benny tidak sesuai dengan isi perjanjian bidang ketenagakerjaan oleh kedua negara," tulis AOMI Malaysia dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (8/6/20222).

AOMI Malaysia menegaskan, dalam aturan pemerintah terkait keberangkatan CPMI ke Malaysia cukup memiliki visa rujukan yang dikeluarkan pemerintah Malaysia. Dokumen itu resmi dari ketenagakerjaan pemerintah Malaysia untuk warga di sana dan warga asing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, dengan bermodalkan visa rujukan, maka CMPI sudah bisa berangkat ke Malaysia," tutur pernyataan AOMI.

"Tudingan Benny bahwa keberangkatan 147 CPMI cacat prosedur jelas tidak sesuai fakta, absurd, dan bertolak belakang dengan regulasi yang ada di Malaysia," lanjut pernyataan itu.

ADVERTISEMENT

Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagai aturan turunan UU No 18 Tahun 2017 pasal 15, dijelaskan P3MI memfasilitasi proses pengurusan visa kerja sesuai ketentuan peraturan perundangan undangan negara tujuan penempatan.

"Maka berdasarkan aturan itu, visa rujukan itu menjadi dasar hukum penempatan PMI ke Malaysia selama ini, sebagaimana Data resmi dari BP2MI pada 2019, 2020, 2021 dan 2022 menunjukkan penempatan ke Malaysia dengan menggunakan visa yang sama yaitu visa rujukan," tambahnya.

Menurut AOMI tindakan Benny juga tidak sesuai dengan perkembangan Memorandum of Understanding (MOU) tentang penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tertunda selama 5 tahun. MoU itu telah diteken Pemerintah Indonesia dan Malaysia pada tanggal 1 April 2022.

"MOU itu adalah salah satu usaha keras Dubes RI Malaysia yang selama ini selalu membuat kebijakan pro PMI dari mulai dukungan program Rekalibrasi Pulang sebagai solusi PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin) agar dapat pulang ke negara asal. Selain itu, juga memfasilitasi pendidikan untuk PMI di Malaysia agar bisa memutus mata rantai kebodohan anak-anak PMI khususnya di Malaysia," lanjut pernyataan itu.

AOMI di Malaysia meminta beberapa tindakan tegas pemerintah Indonesia. Pertama, Meminta Ketua Komisi IX DPR RI untuk mengadakan rapat dengar pendapat dan juga menghadirkan Dubes Hermono untuk mendapatkan keterangan yang berimbang dan lengkap.

Kedua, memohon kepada yang terhormat Ketua Komisi IX DPR RI agar meminta kepada Presiden RI untuk memberhentikan Benny Rhamdani sebagai kepala BP2PMI dari jabatannya.

Hal ini untuk mengantisipasi dampak lebih buruk terhadap hubungan Indonesia dan Malaysia karena kurangnya etika dengan merekam dan mempublikasikan secara terbuka percakapan telepon dengan pejabat kedutaan Malaysia di Indonesia.

Ketiga, mohon kepada yang terhormat Ketua Komisi IX DPR RI agar meminta kepada Presiden RI untuk melantik Staf Khusus Presiden RI bidang Pekerja Migran Indonesia.

Duduk Perkara persoalan ini baca di halaman berikutnya

Sebelumnya, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memberikan keterangan pers pada Kamis (2/6). Dalam kesempatan itu, BP2MI menyatakan keberangkatan 148 calon PMI dari NTB yang akan terbang ke Malaysia harus ditunda.

Kepala BP2MI Benny Ramdhani menjelaskan, penundaan keberangkatan itu disebabkan salah satunya karena visa tidak menggunakan visa kerja. Hal itu termasuk dalam orientasi pra pemberangkatan (OPP) yang belum dilakukan sesuai aturan.

Aturan yang dimaksud Benny yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Ia mengatakan dalam aturan itu jelas menyatakan calon PMI membutuhkan visa kerja sebagai salah satu syarat keberangkatan ke negara penempatan.

Sementara visa yang dimiliki oleh para pekerja tersebut yang diversifikasi UPT BP2MI di NTB bukan merupakan visa kerja.


Hide Ads