Warga Jepang Kaget Biaya Hidup Melonjak, Minta Gaji Naik Lebih Tinggi

Warga Jepang Kaget Biaya Hidup Melonjak, Minta Gaji Naik Lebih Tinggi

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Kamis, 09 Jun 2022 09:45 WIB
Gambar mata uang yen
Biaya Hidup di Jepang Naik/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Biaya hidup di Jepang sedang meningkat. Hal ini menjadi kejutan bagi warganya yang terbiasa dengan harga stabil selama beberapa dekade.

Kenaikan biaya hidup ini sebagian besar didorong oleh biaya impor yang lebih tinggi, peningkatan global dalam harga bahan baku dan energi akibat dari pandemi COVID-19, dan perang di Ukraina.

Harga makanan ringan sehari-hari di Jepang, umaibo yang selalu dihargai 10 yen atau Rp 1.080 (kurs Rp 108) sejak dibuat 43 tahun yang lalu, kini naik 20%. Hal ini membuat para warga Jepang terkejut karena kenaikan harga menjadi sesuatu yang tabu dalam budaya Jepang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yaokin, perusahaan yang membuat umaibo harus membuat iklan untuk menjelaskan kepada masyarakat kenapa kenaikan harga itu terjadi.

Tidak hanya umaibo, mayones dan minuman kemasan hingga bir menjadi lebih mahal. Menurut databank Teikoku, lebih dari 10.000 jenis makanan harganya akan naik rata-rata 13% tahun ini.

ADVERTISEMENT

Pada April lalu, harga-harga barang di Jepang naik 2,1%. Setelah tiga dekade tidak ada kenaikan, inflasi di Jepang akhirnya naik sesuai target bank sentral Jepang, Bank of Japan yakni 2%.

Jepang dihadapkan masalah yang sangat rumit, bank sentral di seluruh dunia telah merespons kenaikan harga dengan menaikkan suku bunga secara bertahap untuk membantu menjaga inflasi tetap terkendali. Selama ini, Bank of Japan telah mempertahankan suku bunga di titik terendah selama bertahun-tahun.

Jika ada perbedaan suku bunga yang signifikan antara Jepang dan ekonomi utama lainnya, seperti Amerika Serikat (AS), mata uang Jepang melemah tajam. Yen baru-baru ini merosot ke posisi terendah dalam 20 tahun terhadap dolar AS.

Pelemahan yen berarti bahwa barang-barang impor, terutama minyak dan gas menjadi lebih mahal lagi.

Lihat juga video 'Kebolehan Robot Kambing Jepang yang Bakal Bertugas di Pedesaan':

[Gambas:Video 20detik]



Warga Jepang tidak siap. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Kepala Eksekutif Suntory Holdings, Takeshi Niinami mengatakan masyarakat tidak siap dengan kondisi ini. "Konsumen tidak terbiasa menerima inflasi," katanya dikutip dari BBC, Selasa (9/6/2022).

Perusahaannya baru-baru ini mengumumkan akan menaikkan harga di sebagian besar produknya mulai Oktober. Niinami menempatkan ini ke krisis rantai pasokan global yang disebabkan oleh pandemi dan lockdown di China baru-baru ini. Ia mengatakan ada upaya dari pemerintah untuk mencoba mendorong upah atau gaji lebih tinggi.

"Ada tekanan besar dari masyarakat dan pemerintah untuk menaikkan upah, tetapi kita perlu meningkatkan produktivitas. Tetapi sulit untuk meningkatkan produktivitas secara tiba-tiba. Kami memiliki begitu banyak rekan dalam satu industri, jadi kami harus berkonsolidasi," kata Niinami.

Niinami mengatakan Jepang juga perlu berinvestasi di sektor-sektor baru seperti inovasi hijau atau perawatan kesehatan untuk merangsang ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja baru untuk meningkatkan gaji rata-rata. Ia juga berharap pemerintah bisa berbuat lebih untuk menarik investor asing.

Tapi semua itu akan memakan waktu dan penciptaan lapangan kerja hanyalah salah satu dari banyak masalah yang dihadapi Jepang selama beberapa dekade.


Hide Ads