Honorer yang bekerja saat ini tidak semuanya bekerja sesuai dengan bidangnya, karena perekrutan tenaga honorer yang tidak jelas. Bahkan ada dari mereka yang merupakan orang-orang 'titipan', sehingga bekerja pada posisi yang tidak seharusnya.
Meski begitu, Trubus mengatakan hal itu tidak serta merta membuat tenaga honorer dihapuskan. Ia menyarankan sistem rekrutmennya yang perlu disesuaikan dengan bidang keahlian pekerjaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Trubus menilai perekrutan outsourcing untuk menggantikan pekerja honorer membuat beban APBN tambah berat.
"Kalau selama ini taruhlah pemerintah hanya membayar gaji pokok sama tunjangan BPJS. Tapi dengan adanya outsourcing, dia harus mengeluarkan 10% untuk lembaga outsourcing. Jadi nambah biaya sebenarnya," jelasnya.
Trubus menambahkan, solusi tenaga honorer menjadi outsourcing juga tidak serta merta diterapkan para honorer. Pasalnya untuk menjadi outsourcing juga perlu memenuhi syarat tertentu. Jika tak lolos, maka akan menimbulkan pengangguran. "Pihak ketiganya tentu, entah perusahaan CV atau PT, dia tetap ada kriteria-kriterianya," kata Trubus.
Tidak hanya itu, kebijakan pemerintah menghapus tenaga honorer dinilainya dapat memberikan dampak pelayanan publik di instansi tempat para honorer bekerja menjadi terhambat.
Menurut Trubus, selama ini para honorer yang bertugas, membantu kelancaran pelayanan publik di instansi tempatnya bekerja. Di Beberapa instansi malah ada yang sangat tergantung dengan keberadaan pekerja honorer.
"Misalnya, ada satu kabupaten yang di dinas kebakaran itu yang ASN-nya cuma satu. Satu orang menangani satu kabupaten ka tidak mungkin. Kalau ada kebakaran, selama ini tenaganya adalah tenaga honorer. Jika ini di setop, yang kerja tidak mungkin satu orang," katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan sebetulnya kebijakan tenaga honorer itu dihapuskan sejak lama. Maka dari itu, kebijakan non-ASN terbaru ini dibuat untuk penegasan.
"Honorer itu sudah tidak boleh sejak 2000-an sekian. Jadi, masih ada beberapa daerah itu merekrut pegawai di luar skema ASN, bukan PPPK, bukan PNS, bukan pula outsourcing. Maksudnya ini jangan sampai ada kaya gitu lagi," papar dia.
(ara/ara)