Ekonomi Sri Lanka runtuh hingga dicap bangkrut. Negara berpenduduk 22 juta orang itu gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai US$ 51 miliar atau Rp 754,8 triliun (kurs Rp 14.800).
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kebangkrutan Sri Lanka harus menjadi peringatan serius bagi negara lain, termasuk Indonesia agar lebih memperhatikan kondisi utang.
"Gagal bayar utang Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia. Rasio utang Sri Lanka naik drastis dari 42% di 2019 menjadi 104% di 2021 salah satunya karena beban pengeluaran selama pandemi, utang infrastruktur dan kegagalan mengatasi naiknya harga barang atau inflasi," kata Bhima saat dihubungi, Minggu (26/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah diminta agar mengelola utang luar negeri secara hati-hati karena pengelolaan yang buruk bisa mendatangkan musibah ekonomi seperti di Sri Lanka. Tercatat ULN Indonesia pada April 2022 sebesar US$ 409,5 miliar, turun dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya US$ 412,1 miliar.
"Kalau ada pemerintah ugal-ugalan menambah utang dan selalu bilang rasio utang aman, sementara tidak ada yang rem, maka perlu diwaspadai ancaman krisis utang dalam beberapa tahun ke depan," tegas Bhima mengingatkan.
Krisis di Sri Lanka dinilai bisa memicu larinya aliran modal asing dari pasar surat utang di Indonesia. Meskipun hubungan dagang antara Indonesia dan Sri Lanka terbilang kecil, kata Bhima, persepsi investor dan kreditur akan menganggap negara berkembang/lower middle income country memiliki risiko yang tinggi.
"Indonesia dan Sri Lanka sama-sama negara lower-middle income countries. Krisis di Sri Lanka berisiko memicu pelarian modal dari pasar surat utang di Indonesia," bebernya.
Bhima juga mengingatkan bahwa risiko kenaikan suku bunga dan inflasi bisa membuat beban utang luar negeri semakin berat karena imbal hasil surat utang mengalami kenaikan dalam beberapa tahun ke depan. Menurut data Asian Development Bank (ADB), yield SBN tenor 10 tahun telah mengalami kenaikan 102,9 basis poin sejak awal tahun (ytd) menjadi 7,41%.
"Kreditur tentu memaksa agar bunga utang semakin tinggi sebagai kompensasi dari naiknya inflasi. Ini situasi yang sangat buruk bagi pengelolaan utang pemerintah," tuturnya.
Krisis di Sri Lanka telah membuat warga serba kekurangan komoditas makanan, bahan bakar minyak (BBM), obat-obatan, hingga listrik karena tidak mampu melakukan impor.
Simak video 'Sri Lanka Gagal Bayar Utang Luar Negeri Rp 729 Triliun, Bangkrut!':
Lanjut di halaman berikutnya untuk mengetahui hubungan dagang RI dan Sri Lanka serta nasib WNI di negara tersebut.
Hubungan Dagang RI-Sri Lanka
Berdasarkan data BPS, tercatat bahwa ekspor Indonesia ke Sri Lanka mencapai US$ 379,9 juta atau setara Rp 5,43 triliun (kurs Rp 14.300), sekitar 0,16% dari total ekspor Indonesia pada 2021.
Produk ekspor utama Indonesia ke Sri Lanka tahun 2021 adalah minyak kelapa, karet, besi, semen portland, dan tembakau tidak diproduksi.
Sementara Indonesia membeli barang dari Sri Lanka sebesar US$ 53,35 juta atau setara Rp 762 miliar. Nilai tersebut sama dengan 0,03% dari total impor Indonesia pada 2021.
Barang yang diimpor dari Sri Lanka oleh Indonesia banyak berhubungan dengan tekstil. Seperti bahan rajutan, kain beludru, mesin untuk tekstil dan lainnya.
Nasib WNI di Sri Lanka
Duta Besar RI untuk Sri Lanka dan Maladewa, Dewi Gustina Tobing memastikan Warga Negara Indonesia (WNI) di Sri Lanka masih dapat memenuhi kebutuhan pokok di tengah krisis yang melanda negara di Asia Selatan itu.
"Terkait WNI di Sri Lanka, KBRI Kolombo terus berkomunikasi dan memastikan bahwa mereka masih dapat memenuhi kebutuhan pokok di tengah krisis ekonomi yang menyebabkan kelangkaan BBM, gas LPG, obat-obatan dan pangan," kata Dewi dalam keterangan resmi.
Berdasarkan datanya, saat ini terdapat sekitar 300 WNI yang berada di Sri Lanka dan pada umumnya mereka menikah dengan warga setempat. Sebagian sebagai profesional, maupun bekerja di sektor pariwisata.
"KBRI Kolombo dari waktu ke waktu terus memantau kondisi WNI yang jumlahnya berkisar 300 orang dan siaga membantu memenuhi kebutuhan pokok para WNI yang sangat membutuhkan," jelas Dewi.
(aid/das)