Jakarta -
Pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT G7) di Jerman, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan banyak membicarakan soal krisis pangan dan energi. Presiden Jokowi telah tiba di Jerman untuk mengikuti KTT G7 pada Minggu (26/6/2022) sekitar pukul 18.40 waktu setempat.
Dalam acara tersebut, Jokowi mengajak negara-negara G7 untuk mencari solusi atas krisis pangan dan energi yang sedang melanda dunia.
"Di sini kita akan mendorong, mengajak negara-negara G7 untuk bersama-sama mengupayakan perdamaian di Ukraina dan juga secepat-cepatnya, mencari solusi dalam menghadapi krisis pangan, krisis energi, yang sedang melanda dunia. Memang upaya ini tidak mudah, tapi kita Indonesia akan terus berupaya," kata Jokowi dalam keterangannya sebelum bertolak ke Jerman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, pandemi COVID-19 yang melanda dunia 2 tahun lebih, telah menekan perekonomian masyarakat. Tekanan ekonomi utamanya, timbul akibat penerapan pembatasan kegiatan masyarakat yang berimbas pada menurunnya aktivitas dan konsumsi masyarakat.
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sektor kuliner seperti warteg, rumah makan padang hingga penjual panganan tenda pinggir jalan turut merasakan imbasnya. Lonjakan bahan pangan yang kian meroket, membuat usaha mereka bisa saja gulung tikar.
Kini pandemi mulai reda. Namun, muncul keresahan baru di antara pedagang yakni melambungnya harga-harga kebutuhan pokok. Beberapa komoditas pangan di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya pun harganya bertahap semakin melonjak.
Kenaikan itu menimpa cabai, bawang, sayur mayur, hingga terigu sekalipun. Padahal, sebagai UMKM sektor pangan, sayuran hingga cabai ini merupakan komponen utama yang membentuk biaya produksi mereka setiap harinya. Jadi, memang perkataan Presiden Jokowi bahwa saat ini tidak hanya di Indonesia, dunia pun bahkan tengah mengalami krisis pangan.
Cerita lengkap soal keluhan pedagang ada di halaman selanjutnya.
Pedagang nasi uduk di sekitar Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, bernama Leni (29) misalnya. Ia mengungkapkan berbagai bahan pokok yang dibelinya untuk berjualan semakin hari, semakin tak karuan.
"Semua apa-apa naik. Noh, saya beli bahan terigu Segitiga buat gorengan saja yang tadinya Rp 8 ribu sekarang jadi Rp 10.500. Telur tadinya Rp 30 ribu per 1 kg, jadi Rp 35 ribu," ungkapnya kepada detikcom, Senin (27/3/2022).
Leni yang berjualan nasi uduk dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang itu mengaku, adanya kenaikan harga pangan itu membuatnya harus mengurangi pembelian beberapa komoditas, seperti cabai.
"Sekali sehari modal belanjakan Rp 300 ribu. Lah cabai naik pisan di pasar beli Rp 5 ribu aja udah nggak dapet. Paling nggak harus beli Rp 10 ribu ke atas belinya. Yang tadinya saya beli 1 kg cabai rawit merah, sekarang cuma beli berani Rp 20 ribu aja sedikit. Sambal juga saya campur pakai tomat," ungkapnya.
Leni mengaku meskipun bahan-bahan yang ia beli naik, ia tak berani menaikkan harga nasi uduknya.
"Ya gimana ya, saya nggak naikin ini nasi uduk masih saya jual sama Rp 7 ribu. Kalau dinaikkin kan kasian sama pembeli saya. Yang makan di saya kan macam supir, tukang cuci mobil, ya begitu lah. Saya kasian sama diri saya, saya juga kasian ama yang makan," ujarnya sambil mengelus dada.
Adanya kenaikan harga bapok, membuat omzetnya terus menurun. Leni hanya bisa mendapatkan omzet kotor Rp 300 ribu, bahkan tak jarang ia menombok dagangannya itu per hari Rp 100 ribu.
Tak hanya Leni, tak jauh dari lapaknya ada juga penjual nasi uduk dan aneka lauk yang merasakan hal tersebut.
"Iya nih, pusing semua naik nggak karuan. Bawang potong jadi Rp 60 rb per kg. Cabe rawit paling mahal. Karena mahal, biasanya saya beli setengah kilo, sekarang dikurangi jadi 1/4 aja Rp 25 ribu. Telur per kg tadinya Rp 22 ribu, sekarang jadi Rp 26 ribu saya beli di agen. Kalau harga eceran telur paing udah Rp 30 ribu," ungkap Lita, pedagang lauk pauk dan nasi uduk.
Lita juga mengungkapkan bahwa harga bihun juga mengalami kenaikan. Menurutnya, untuk bisa mendapatkan omzet lebih di situasi sekarang, para pedagang juga harus berani bermodal besar.
Bagaimana strategi pelaku usaha bertahan? Buka halaman selanjutnya.
Kenaikan harga bahan pokok, mulai dari bumbu dapur hingga daging, membuat para pedagang harus putar otak supaya bisa tetap bertahan.
Hal itu juga yang dilakukan oleh Isan, pengelola franchise warung tegal alias Warteg Kharisma Bahari (WKB), yang berada di Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Depok.
"Semuanya bahan pokok naik, cabai naik pokoknya hampir semua lah, hampir dari mau Lebaran sampai sekarang bertahap naiknya. Jadi saya mah berani naikkin harga. Misal usus yang seporsi Rp 3 ribu, jadi 4 ribu. Misal minyak goreng naik banget kan. Kemarin jadinya gorengan tadinya Rp 1 ribu saya jual Rp 2 ribu. Tapi nggak semua saya naikkin harganya beberapa aja," katanya kepada detikcom saat ditemui di wartegnya.
Ia mengaku melakukan beberapa cara untuk bisa berjualan tanpa harus merugi. Selain, menaikkan harga dibeberapa menunya, ia juga merubah bagaimana menu itu diolah.
"Pas minyak naik. Nanaikan harga misal ngurangin masakan yang terlalu boros minyaknya. Misal kentang kita kosongin dulu, dia kan gorengnya harus lama. Tempe goreng, terus ganti kita olah jadi menu tempe basah. Cabai sekarang naik, sambal mah kita tetap ada, cuman kalau udah abis sewajan kita nggak bikin lagi, kalau dulu kan kalau abis langsung kita bikin lagi sambalnya," tambahnya.
Sementara, untuk pemilik warteg sendiri mengaku ,saat berbagai komoditas naik, ia pun terpaksa mengurangi pembelian bumbu masak.
"Kalau saya nggak berani naikkin harga. Takut persaingannya, pedagang sekitar sini kan nggak kompak. Kalau saya naikkin harga, ya bisa-bisa pada kabur tuh pembeli. BHarga pada naik jelas dikurangin. Misal waktu murah bisa beli 5 kilo cabai, sekarang cuma 2 kilo aja udah ngos-ngosan," ungkapnya.
Sementara, untuk pedagang gorengan sendiri beberapa memang mengurangi pembelian cabai. Namun, ungkap salah satu pedagang, ketika ia mencoba mengurangi cabai untuk pembelinya, tak sedikit pembeli yang meminta cabai lebih.
"Saya coba kurangin ngasih cabai rawit ijonya, misal cuma beli Rp 5 ribu, saya kasih 4-5 biji lah. Tapi banyak juga yang bilang, bang tambahin dong gitu. Yah yauda saya tambahin aja lah. Hahahaha, pusing mau gimana lagi. Kan kalau nggak jualan saya nggak makan," kata salah penjual gorengan itu.