Rusia telah dinyatakan gagal membayar utang luar negerinya. Hal itu terjadi setelah gagal membayar dua bunga obligasi selama masa tenggang 30 hari yang berakhir pada hari Minggu.
Namun, gagal bayar utang kali ini berbeda dengan tahun 1998. Kala itu, Rusia gagal bayar obligasi berdenominasi rubel. Hal itu memukul ekonomi Rusia dan memberikan dampak pada ekonomi global.
Saat itu, inflasi Rusia melesat yang menyebabkan kontraksi ekonomi dan memicu kegagalan bank. Pasar negara berkembang terpukul dan investor Amerika Serikat (AS) panik terutama ketika berita runtuhnya lindung nilai Long-Term Capital Management.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gagal bayar pada Rusia kali ini berbeda. Pasar global hampir tidak bereaksi.
Baca juga: Tegas! Rusia Bantah Gagal Bayar Utang |
Dikutip dari CNN, Rabu (29/6/2022), hal itu disebabkan salah satunya karena bunga obligasi yang belum terbayar sekitar US$ 100 juta tidak mengejutkan. Pasar telah mengantisipasi secara luas ketika setengah cadangan devisa Rusia dibekukan dan Departemen Keuangan AS mengakhiri 'izin khusus' yang memungkinkan pemegang obligasi AS dilunasi Rusia.
Uni Eropa juga mempersulit Rusia untuk memenuhi kewajiban utangnya awal bulan ini setelah memberikan sanksi kepada Russia National Settlement Depository, agen negara untuk obligasi mata uang asingnya.
Pasar telah menguatkan dirinya sendiri. Di mata investor, gagal bayar sudah terjadi. Lembaga pemeringkat S&P menyebut 'selective default' pada bulan April karena menawarkan pembayaran kepada pemegang obligasi dalam rubel, bukan dolar.
"Rusia mungkin mengalami default pada bulan Maret dan April," Timothy Ash, ahli strategi pasar berkembang di BlueBay Asset Management.
(acd/das)