Seiring dengan meredanya pandemi COVID-19, masyarakat mulai berani untuk kembali bepergian termasuk naik pesawat. Hal ini diyakini dapat memicu pemulihan pada bisnis maskapai di Indonesia yang dihantam habis-habisan oleh pandemi COVID-19.
Namun, di tengah kenaikan permintaan penerbangan, maskapai-maskapai di Indonesia justru mendapatkan masalah baru. Hal itu adalah defisit alias kekurangan pesawat. WKU Bidang Perhubungan Kadin Indonesia Denon Prawiraatmadja memaparkan ketersediaan pesawat di Indonesia saat ini sangat terbatas untuk menyambut kenaikan jumlah penumpang.
Jumlah pesawat turun hingga 40% dibandingkan sebelum pandemi COVID-19. Kekurangan ini menjadi masalah baru bagi pelaku usaha maskapai penerbangan di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini kami catat ada tantangan baru yang harus dihadapi sektor penerbangan. Hal itu adalah ketersediaan pesawat yang sangat terbatas, saat ini jumlahnya cuma 40% dari posisi sebelum pandemi," ungkap Denon dalam webinar yang dilakukan oleh Kadin Indonesia, Kamis (30/6/2022).
Rute Hilang
Akibat dari berkurangnya jumlah pesawat bukan cuma tak bisa mengimbangi pertumbuhan penumpang saja, namun juga banyak rute-rute penerbangan yang hilang. Maskapai saat ini hanya fokus untuk terbang di rute-rute gemuk, sehingga konektivitas ke banyak daerah terhambat.
"Preferensi airlines saat ini hanya pada rute prioritas dan slot-slot kosong perlu dioptimalkan lebih banyak," ujar Denon yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Maskapai Indonesia alias INACA.
Masalah bagi maskapai di Indonesia bukan cuma kekurangan pesawat, utang perusahaan juga menumpuk. Butuh banyak proses restrukturisasi agar maskapai bisa kembali beroperasi secara normal, termasuk dalam rangka menambah armadanya.
"Terkait masalah utang kita butuh restrukturisasi dan juga bantuan stimulus. Dalam rangka penambahan armada juga kita butuh negosiasi dengan lessor untuk skema baru sewa pesawat," papar Denon.
Antrean bengkel pesawat mengular. Berlanjut ke halaman berikutnya.
Antrean Panjang Bengkel Pesawat
Sementara itu, Head of Indonesia Affairs and Policy AirAsia Eddy Krismeidi Soemawilaga menambahkan defisit jumlah pesawat juga terjadi karena antrean yang terjadi pada fasilitas maintenance, repair and overhaul (MRO) atau mudahnya disebut sebagai bengkel pesawat.
Banyak armada yang sempat dikandangkan selama pandemi harus melakukan reparasi untuk bisa digunakan. Maka dari itu, antrean panjang terjadi di fasilitas MRO.
"Memang betul saat ini armada yang siap terbang dan serviceable itu terbatas. Hal ini juga banyak dipengaruhi oleh antrean MRO. Ada keterbatasan di MRO," ujar Eddy dalam acara yang sama.
Sama seperti Denon, Eddy juga mengatakan maskapai masih sangat berat bergerak imbas dari beban-beban utang di masa pandemi. Beban-beban ini juga memberikan kesulitan bagi maskapai untuk melakukan penambahan armada.
"Last but not least, seluruh maskapai juga saat ini mendapatkan financial burden. Hibernasi dan beban utang pada lessor dan stakeholder lain masih kita bawa hingga 2022 ini," papar Eddy.
Jumlah Pesawat di RI
Sejauh ini Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mencatat pengurangan pasokan armada pesawat di tahun 2022 memang sangat dalam. Untuk tipe pesawat penumpang besar dengan izin AOC 121 yang siap terbang, jumlahnya cuma mencapai 336 unit dari awalnya sebanyak 547 unit pada 2019.
"Melihat jumlah pesawat memang saat ini turun sangat dalam. Tantangan saat ini dan ke depan adalah peningkatan jumlah armada pesawat yang serviceable dan peningkatan kapasitas MRO dalam negeri," papar Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Dadun Kohar dalam acara yang sama.
Dadun memaparkan jumlah total pesawat yang terdaftar di Indonesia sebesar 1.490 unit, dengan sertifikasi izin terbang yang valid sebanyak 1.116 unit. Nah kalau dikelompokkan, jumlah armada pesawat yang siap terbang dan melayani penumpang cuma ada sekitar 558 unit saja.
Jumlah itu terdiri dari 336 pesawat dengan izin sertifikasi AOC 121 atau pesawat besar dengan jumlah tempat duduk di atas 30 kursi. Sementara itu, 222 pesawat lainnya memiliki izin sertifikasi AOC 135 atau pesawat dengan jumlah tempat duduk di bawah 30 kursi.
(hal/ara)