Hamdan mengingatkan bahwa tahun 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merilis pernyataan tentang potensi korupsi pungutan ekspor sawit.
"Subsidinya salah sasaran. Dinikmati oleh korporasi besar yang oknum pejabatnya tersangkut kasus korupsi minyak
goreng," pungkasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diberitakan sebelumnya, dua organisasi petani sawit yakni Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta
pemerintah bertindak cepat melakukan pencabutan aturan penghambat ekspor dan kebijakan pungutan ekspor.
Hal tersebut selain berdampak pada rendahnya penyerapan TBS sawit petani juga pada anjloknya harga jual. Menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung (9/7) harga TBS yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan adalah Rp 2.392 per kg, ini rata-rata terhadap 22 provinsi penghasil sawit.
Namun, harga riil pembelian di tingkat petani lebih rendah dan turun terus.
"Umumnya petani sekarang mengambil kebijakan tidak memanen. Upah memanen hingga pengiriman itu lebih mahal. Sekarang harga 1 kg TBS nggak cukup bayar parkir, kan kejam sekali," tukas Gulat.
Dimana, harga pembelian per kilogram TBS pada 4 Juli 2022 rata-rata Rp 916 di petani swadaya dan Rp 1.259 di petani plasma/ bermitra. Pada 5 Juli 2022, harga itu turun menjadi Rp898 di petani swadaya dan Rp 1.236 di petani bermitra/ plasma. Harga kembali turun pada 6 Juli 2022, menjadi Rp 811 di petani swadaya dan Rp 1.200 di petani mitra/ plasma.
(dna/dna)