6. Myanmar
Yang keenam ialah Myanmar. Pandemi covid-19 dan ketidakstabilan politik menghantam ekonomi Myanmar, terutama setelah aksi kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Kini kondisi ekonomi Myanmar diperkirakan telah terkontraksi minus 18 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
7. Pakistan
Selanjutnya yaitu Pakistan. Seperti Sri Lanka, Pakistan telah melakukan pembicaraan mendesak dengan IMF, berharap untuk menghidupkan kembali paket bailout senilai US$ 6 miliar (Rp 90 triliun). Melonjaknya harga minyak mentah mendorong naiknya harga bahan bakar yang pada gilirannya menaikkan biaya lainnya, mendorong inflasi hingga lebih dari 21%. Selain itu nilai mata uang Pakistan telah jatuh sekitar 30% terhadap dolar AS pada tahun lalu.
8. Turki
Yang berikutnya ialah Turki. Negara ini terjebak dalam krisis setelah inflasi mencapai lebih dari 60 persen. Mata uang lira Turki jatuh ke posisi terendah sepanjang masa terhadap euro dan dolar AS sejak tahun lalu. Sementara, utang luar negeri Turki sudah menembus 54 persen dari PDB negaranya, tingkat yang cukup mengkhawatirkan mengingat utang pemerintahannya yang mendominasi.
9. Zimbabwe
Yang terakhir yaitu Zimbabwe. Inflasi di negara itu melonjak hingga lebih dari 130%, meningkatkan resiko terjadinya hiperinflasi di negara tersebut, seperti yang pernah terjadi pada 2008 lalu. Hal ini menyebabkan warganya tidak lagi mempercayai mata uang tersebut. Selain itu, banyak warganya yang kesulitan untuk makan karena kemiskinan. Saat ini Zimbabwe sendiri tengah berjuang untuk menghasilkan arus masuk yang memadai dari greenback yang dibutuhkan untuk ekonomi lokalnya.
(hns/hns)