Menelusuri Sisa Kejayaan Jalur Pantura yang Habis 'Dilahap' Trans Jawa

Liputan Khusus

Menelusuri Sisa Kejayaan Jalur Pantura yang Habis 'Dilahap' Trans Jawa

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 17 Jul 2022 07:57 WIB
Jalur Pantura Karawang menuju Jakarta terpantau padat kendaraan di puncak arus balik lebaran 2022. Antrean panjang kendaraan terlihat di jalur itu. Ini fotonya.
Foto: ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar
Pantura -

Jalur Pantai Utara (Pantura) telah meredup kejayaannya. Dahulu, ekonomi di jalan panjang yang menghubungkan daerah-daerah di utara pulau Jawa ini menggeliat

Pantura telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda. Jalur itu awalnya diinisiasi pembangunannya oleh Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda di awal 1800-an.

Daendels ingin menyambungkan sisi barat hingga timur Pulau Jawa lewat satu jalan darat yang panjang. Tersambung lah Jalan Anyer-Panarukan yang konon katanya dibangun dengan jerih payah kerja paksa masyarakat Jawa. Jalan ini pernah dikenal sebagai Jalan Raya Pos. Hingga di tahun 1980-an jalur ini tenar disebut sebagai Jalur Pantura alias Pantai Utara Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jalur Pantura pernah jadi jalan utama transportasi di Pulau Jawa bertahun lamanya. Kendaraan barang, bus penumpang, hingga kendaraan pribadi tumpah ruah di Pantura. Seiring dengan itu, kawasan di sekitar Pantura pun ikut bertumbuh subur ekonominya.

Namun, kejayaan Pantura redup semenjak hadirnya jaringan tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta hingga Surabaya. Jumlah kendaraan lalu lalang menurun drastis di Pantura. Mereka bermigrasi ke jalan tol. Kawasan yang dulu ramai itu pun perlahan-lahan menjelma jadi bak kota mati.

ADVERTISEMENT

Tim detikcom pun mencoba menelusuri Jalur Pantura untuk mengetahui kondisi sebenarnya kawasan ini. Perjalanan dilakukan hari Selasa 12 Juli 2022 kemarin, dimulai dari kawasan Cikampek hingga berhenti di Brebes dalam waktu sehari.

Di sekitar kawasan Cikampek nampak situasi masih normal saja. Masih banyak kendaraan lalu lalang. Mulai dari sepeda motor, mobil pribadi, beberapa angkutan minibus omprengan, hingga kendaraan barang.

Kehidupan di kanan kiri jalan pun nampak bergeliat. Masih banyak warung makan atau sekedar penjual makanan gerobakan yang muncul. Apalagi ada beberapa pabrik kecil yang ada di kanan kiri jalan.

Kondisi berbeda mulai terlihat saat masuk ke daerah Subang, tepatnya di sekitar wilayah Kecamatan Camiang hingga Patokbeusi. Intensitas kendaraan mulai berkurang. Kehidupan dan aktivitas masyarakat di kanan kiri jalan pun tak seramai di Cikampek.

Di kawasan ini tim detikcom juga menemui jejeran warung yang menyediakan karaoke, bentuknya seperti rumah biasa yang kemudian disulap jadi tempat nongkrong kecil-kecilan. Kebetulan saat itu perjalanan dilakukan di pagi hari jadi tak terlihat ada hiruk pikuk di kawasan tersebut. Warung-warung itu nampak masih tutup, dan malah memberikan kesan seperti kota mati karena tak ada aktivitas sama sekali.

Di sekitar Camiang dan Patokbeusi ini juga tim detikcom pertama kali menemukan adanya restoran yang tutup. Bahkan, saat ini bangunan bekas restoran itu ditinggalkan begitu saja dan tidak terawat.

Lanjut ke halaman berikutnya

Namun, nampaknya bangunan dan tanah restoran ini akan dijual. Terlihat ada poster yang ditempelkan di pintu masuk bertuliskan 'Dijual Tanah/Bangunan' lengkap dengan nomor handphone yang bisa dihubungi. Dari bentuknya, poster itu nampak belum lama dipasang.

Kondisi bangunan pun bobrok, meskipun terlihat masih kokoh di bagian luar. Ketika dikunjungi, bangunan itu sudah kosong melompong hanya ada sisa satu meja kasir di dalamnya. Lantainya berdebu dan sangat kotor.

Bahkan, beberapa ruangan sangat gelap karena dibiarkan tak ada lampu. Sampai-sampai kini bangunan tersebut menjadi sarang burung walet dan kalong. Ada juga taman kecil di dalam bangunan itu, namun karena tidak terawat banyak tanaman dan dedaunan yang justru tumbuh liar.

Saat dikunjungi, tak ada satupun penjaga di tempat ini. Malah nampaknya, bangunan itu justru digunakan oleh tuna wisma. Ada tanda-tanda kehidupan seperti bekas botol air minum dan juga bekas bungkus makanan instan. Di lantai yang berdebu nampak ada jejak kaki manusia yang terjejak seperti bolak-balik di dalam bangunan.

Usut punya usut, bangunan bekas restoran kosong itu dulunya digunakan oleh Rumah Makan Rosalia. Menurut Endang, warga sekitar, dulunya Rumah Makan Rosalia sangat ramai. Namun, semua berbeda ketika jalan tol Cikampek-Palimanan mulai dibuka apalagi saat sudah tersambung Tol Trans Jawa. Rumah makan ditutup, dan dipindah ke dalam rest area jalan tol.

Perekonomian di Jalur Pantai Utara (Pantura) tepatnya sepanjang Cikampek-Cirebon telah redup kejayaannya. Padahal, jalan panjang yang menghubungkan daerah-daerah di utara pulau Jawa ini sempat jadi primadona.Perekonomian di Jalur Pantai Utara (Pantura) tepatnya sepanjang Cikampek-Cirebon telah redup kejayaannya. Padahal, jalan panjang yang menghubungkan daerah-daerah di utara pulau Jawa ini sempat jadi primadona. Foto: Dikhy Sasra

"Ini tutup sejak Cipali buka, dulunya mah ramai. Yang punya katanya pindah ke rest area. Sekarang kosong aja emang begini. Cuma itu katanya mau dijual," kata Endang kepada detikcom.

Perjalanan pun berlanjut, masih di sekitar kawasan Patokbeusi, tim detikcom juga menemukan adanya warung karaoke yang tutup. Tempatnya kecil, bangunannya semi permanen, malah lebih pas disebut bedeng. Masih ada tulisan 'Nella Karoke' yang kuat dugaan jadi nama tempat ini.

Kondisi di dalam bangunannya pun kosong tak ada barang apapun, nampak kamar-kamar kecil karaoke ditinggal begitu saja. Bangunan itu berwarna dominan merah muda dan hijau.

Rizal, lelaki paruh baya yang tinggal di samping bangunan itu mengaku menjadi orang yang menjaga Nella Karoke. Saat masih buka, Rizal menjadi penjaga dan pengurus warung karaoke tersebut. Pengakuannya, warung karaoke itu dimiliki oleh saudaranya. Karena kondisi Jalur Pantura yang makin sepi imbas Tol Trans Jawa, warung itu akhirnya tutup.

Lanjut ke halaman berikutnya

"Tutup ini dari 2019, pas Cipali dibuka. Sepi sekarang susah pengunjungnya. Sebelum Cipali sama COVID-19 mah rame. Nggak ada yang mau berhenti orang sekarang," kata Rizal saat berbincang dengan detikcom.

Di samping kanan kiri bangunan Nella Karoke, masih nampak juga warung karaoke serupa yang berdiri. Herman dan warung 'Mie Karoke' salah satunya. Lelaki paruh baya ini menjajakan jajanan mie ayam sambil membuka warung kopi, sesekali dia membuka layanan karaoke bila ada pelanggan yang berminat menghibur diri.

Herman mengaku warungnya kini memang makin sepi dengan adanya Tol Trans Jawa. Pengunjung makin berkurang, pendapatan pun seret. Saat dikunjungi detikcom pun, cuma ada satu pengunjung di warungnya. Itupun cuma sekedar singgah beli minuman.

Perekonomian di Jalur Pantai Utara (Pantura) tepatnya sepanjang Cikampek-Cirebon telah redup kejayaannya. Padahal, jalan panjang yang menghubungkan daerah-daerah di utara pulau Jawa ini sempat jadi primadona.Perekonomian di Jalur Pantai Utara (Pantura) tepatnya sepanjang Cikampek-Cirebon telah redup kejayaannya. Padahal, jalan panjang yang menghubungkan daerah-daerah di utara pulau Jawa ini sempat jadi primadona. Foto: Dikhy Sasra

"Memang sepi ya. Ya kurang lah pemasukan sekarang mah. Untuk sekarang ini ya asal bertahan hidup aja, buat makan aja," kata Herman ditemui detikcom di warungnya.

Malah kata Herman sudah banyak warung karaoke yang serupa dengannya juga tutup imbas Jalur Pantura yang makin sepi. Apalagi kondisi ekonomi saat pandemi membuat keadaan makin sulit. "50%-nya ada kayaknya yang tutup," ujarnya.

Apa yang dikatakan Herman benar adanya, saat tim detikcom melanjutkan perjalanan masih banyak warung karaoke serupa yang nampak tutup. Ada beberapa yang buka pun sepi, tak terlihat ada pengunjung di warungnya.

Perhentian detikcom berikutnya adalah sebuah bangunan rumah makan besar yang juga tutup dan tidak terawat. Padahal, bangunan itu ada di dalam area sebuah SPBU di kawasan Mundusari Subang.

Juandi, supervisor SPBU tersebut mengaku rumah makan itu dulunya dikelola oleh pihaknya. Namun, semenjak ada Jalan Tol Trans Jawa yang membuat Jalur Pantura sepi rumah makan langsung ditutup.

Dia mengatakan andalan rumah makan di Jalur Pantura sebetulnya adalah kerja sama dengan perusahaan otobus (PO). Bus-bus akan mampir, kemudian memberikan waktu bagi penumpangnya untuk istirahat dan makan siang.

Namun, dengan adanya tol Trans Jawa, bus beralih ke jalan tol.

Lanjut ke halaman berikutnya

Istirahat dan makan siang pun dilakukan di rest area yang ada di dalam jalan tol. Memang, sepanjang jalan, tim detikcom tak menemui satupun bus penumpang yang lewat di sepanjang Jalur Pantura.

"Ini kelolaan kita langsung. Itu lahan bangunan kita kelola sendiri. Sebelumnya rumah makan itu kita kerja sama dengan bus-bus. Memang dampak Cipali, pas Tol Cipali buka 2015-an, perekonomian rumah makan di Subang dan Pantura itu banyak tutup. Karena bus itu kan pindah ke tol semua tadinya di Pantura," curhat Juandi saat ditemui di kantornya oleh detikcom.

Cukup berat rasanya bagi Juandi untuk menutup rumah makan. Meskipun SPBU bukan usaha kecil, pemasukan tambahan dari rumah makan cukup besar menyumbang omzet SPBU-nya. Saat rumah makan tutup, 15% potensi pendapatan lenyap.

Kini bangunan restoran itu pun tak lagi terawat. Di dalamnya berdebu, atapnya bahkan mau roboh. Juandi bilang untuk melakukan perawatan butuh dana besar. Saat ini pihaknya hanya menunggu ada orang yang mau menyewa bekas rumah makan itu dan melakukan perawatan.

"Ini ya jadi aset kita aja tapi nggak menghasilkan. Rencananya mau kita sewa, tunggu ada yang berminat aja," kata Juandi.

Dari tempat Juandi, perjalanan pun terus berlanjut. Lepas dari Subang, kondisi masih tak berbeda. Intensitas lalu lalang kendaraan tak banyak-banyak amat, bahkan sepanjang jalan pun tak ada satupun kemacetan yang terjadi di Jalur Pantura.

Kondisinya, di kanan kiri jalan memang sepi seperti kota mati. Kebetulan memang masih banyak hamparan sawah dan ladang di kanan kiri jalan Jalur Pantura, jadi tak banyak aktivitas masyarakat yang bisa dilihat. Sesekali nampak ada warung-warung kecil di pinggir jalan, ada yang tutup, ada juga yang buka namun sangat sepi.

Selebihnya, hanya nampak permukiman warga yang tenang dan tak banyak aktivitas. Nampak juga beberapa titik keramaian ditemui di samping kanan kiri jalan, biasanya di situ ada pasar.

Tapi, di sekitar daerah Eretan, kawasannya cukup ramai dan banyak aktivitas. Di kawasan pesisir ini ada sentra perikanan dan juga beberapa destinasi wisata pantai. Hal itu membuat kawasan Eretan nampak hidup dibanding kawasan lainnya.

Kondisi kota mati ditemui lagi di sekitar daerah Lohbener, Indramayu. Di sana tim detikcom menemui sebuah bengkel yang cukup besar namun tak banyak pelanggannya.

Apen, pemilik bengkel Tiga Putra Motor, ketika ditemui sedang menyulut rokoknya sambil duduk menatap jalan dan lalu lalang kendaraan. Matanya menatap kosong ke jalan sambil sesekali bicara dengan pekerjanya di bengkel.

Keluhan sepi menjadi hal pertama yang diungkap Apen saat memulai kisahnya kepada detikcom.

"Ya jelas nggak kayak dulu, dulu mah ramai. Beda lah, jauh. Kalau bengkel, kita mending aja nggak ada basi apa-apanya, ya kalau rumah makan kan pada basi, pada tutup," cerita Apen saat berbincang dengan detikcom di depan bengkelnya.

Sebagai perbandingan saja, saat sebelum ada jalan tol Trans Jawa momen mudik lebaran jadi favorit Apen. Namun sekarang, mudik lebaran pun tak menghasilkan apa-apa karena hampir semua kendaraan lewat tol. Apen cuma dapat sisanya, pasien pemotor yang tak banyak memberikan keuntungan.

Padahal sebelum era tol Trans Jawa, setiap momen mudik lebaran Apen bisa mendapat banyak pasien. Tak jarang ada mobil yang sampai turun mesin di bengkelnya. Biaya servis dan onderdil yang besar bisa memberikan dirinya keuntungan besar.

"Sekarang kalau mudikan tuh malah sepi, mobil-mobil nggak ada yang lewat sini, lewat tol. Paling sepeda motor doang, untungnya sedikit. Kalau dulu ya, waktu mudikan belum ada Cipali mah seenggaknya tuh ada yang sampai turun mesin di sini," kisah Apen.

Bengkel Apen pun sepi, saat didatangi tak ada satupun kendaraan yang sedang ditangani. Apen juga mengakui banyak sekali suku cadang dan onderdil yang tak laku-laku. Kalau dilihat dari etalase bengkelnya saja memang benar, banyak sekali suku cadang bertumpuk bahkan sampai berdebu.

Paling menyedihkan, plang nama bengkel Apen sampai nampak sudah usang bagai memperlihatkan nasib bengkelnya. Tiang plangnya sudah karatan, bahkan poster yang ada di plang namanya sudah robek, dan pudar warnanya.

Lepas dari Indramayu, perjalanan dilanjutkan menuju Cirebon dan lanjut ke perhentian terakhir di Brebes.

Lanjut ke halaman berikutnya


Lepas dari Indramayu, perjalanan dilanjutkan menuju Cirebon dan lanjut ke perhentian terakhir di Brebes. Kota mati tak terlalu terlihat lagi sejak lepas dari Indramayu. Dari Indramayu ke Brebes situasinya cukup ramai. Maklum, Cirebon merupakan kota pesisir, Jalur Pantura pun melewati jantung kota Cirebon.

Hal yang sama terus terlihat sampai Brebes. Tak banyak lagi kota mati yang terlihat, situasi sudah cukup ramai dan intensitas lalu lalang kendaraan pun bertambah. Kebetulan di Brebes memang ada beberapa exit tol yang berdekatan dengan Jalur Pantura.

Semenjak masuk Brebes, mulai banyak penjaja telur asin yang bermunculan di pinggir jalan. Dari yang lapaknya kecil hingga besar. Meski situasi di Brebes ramai, nyatanya para penjual telur asin ini juga sempat mengeluh dagangannya tak seramai dulu.

Jalan Tol Trans Jawa lagi-lagi jadi biang keroknya. Eni, yang menjajakan telur asin bersama ibunya, Nuryanti merasakan hal tersebut. Katanya, pembeli telur asin tak sebanyak dulu.

"Sebelum ada tol saya bisa jual 1.000 butir sehari. Apalagi kalau mudikan. Sekarang 300-500 butir selama 3 hari aja susah banget," kata Eni.

Hal itu terjadi karena tak banyak lagi orang luar kota yang lalu lalang di Jalur Pantura. Menurut, Eni meskipun kawasan Brebes tetap ramai namun tak seperti dulu. "Ya nggak kaya dulu, di sini ramai orang sini doang, kalau dulu kan banyak mobil dari Jakarta dan bus," sebutnya.

Kisah Eni dan Nuryanti menutup perjalanan panjang detikcom di Jalur Pantura. Dari kisah yang didapatkan oleh para pelaku ekonomi di Pantura, kawasan ini memang telah meredup kejayaannya. Kini mereka hanya bertahan mengandalkan sisa kejayaan Pantura.



Simak Video "Video: Banjir Rendam Jalur Pantura di Cirebon, Lalin Macet Sampai 1 Km"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads