Bahlil: Indonesia Tidak Krisis, Tapi Harus Berhati-hati

Bahlil: Indonesia Tidak Krisis, Tapi Harus Berhati-hati

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 20 Jul 2022 18:47 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan pers terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap sejumlah perusahaan di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat (7/1/2022). Pemerintah pada Senin (10/1/2022) akan mencabut 2.078 izin usaha tambang batu bara yang sudah diberikan kepada para pengusaha karena para pelaku usaha tersebut tidak pernah memanfaatkan IUP serta tidak pernah menyampaikan rencana kerja kepada pemerintah pemerintah. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia/Foto: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menolak anggapan Indonesia mengalami krisis. Menurutnya, Indonesia tidak mengalami krisis, namun ia mengingatkan agar tidak terlena.

"Apakah Indonesia keluar dari krisis? Menurut Saya Indonesia tidak krisis. Bahwa kita harus berhati-hati, iya," katanya dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2022, Rabu (20/7/2022).

Bahlil menyatakan, sikap waspada diperlukan sebagai respons Indonesia menghadapi gejolak ekonomi akibat perang Rusia dan Ukraina. Ia mengakui kondisi Indonesia tidak terlalu bagus, namun tidak lebih buruk dari negara lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kondisi sekarang itu ibarat mau ujian, jangan bermimpi dapat nilai 9, karena soalnya terlalu susah. Negara lain ada yang dapat 5, dapat 6. Jadi kita jangan terlalu bernafsu dapat nilai (bagus) itu," katanya menambahkan.

Bahlil menyebut Indonesia harusnya bersyukur, terutama terkait ketersediaan pangan. Menurutnya Indonesia dilimpahi oleh makanan lokal sehingga terhindar dari krisis pangan.

ADVERTISEMENT

Akan tetapi, Indonesia wajib waspada dengan persoalan energi, terutama minyak. Ia mendorong percepatan transformasi dari energi fosil ke energi terbarukan.

Contohnya, percepatan program motor listrik supaya menghemat Bahan Bakar Minyak (BBM). Kemudian, gas LPG yang didorong ke kompor listrik.

Bahlil memaparkan impor gas Indonesia per tahun mencapai 6 juta ton, dengan subsidi per tahun mencapai lebih dari Rp 70 triliun. Menurutnya, hal tersebutlah yang harus dipikirkan bersama-sama.

"Saya agak sedikit kurang puas dalam suasana kebatinan, bahwa Indonesia krisis. Apanya yang krisis? Bahwa kondisi kita harus hati-hati, iya," imbuhnya.

Bahlil bahkan menyebut Indonesia masih menjadi target untuk Investasi. Hal tersebut disebabkan Indonesia dianggap mampu mengendalikan ekonomi, termasuk menjaga inflasi dan pertumbuhan.

(ara/ara)

Hide Ads