Gelombang panas ekstrim menghantam daratan Eropa. Cuaca ekstrim ini disebut-sebut dapat mengarahkan ekonomi Eropa ke dalam jurang resesi.
Carsten Brzeski, seorang ekonom top di Bank ING Belanda menyatakan cuaca ekstrim dapat menambah daftar panjang faktor yang melemahkan ekonomi Eropa. Musim panas yang kering dan cuaca yang terik disebut Brzeski telah menambah sakit kepala bagi pebisnis di seluruh Eropa.
"Ini (cuaca ekstrim) menambah kekhawatiran pelemahan ekonomi Eropa," kata Brzeski dilansir dari CNN, Senin (25/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, ketinggian air di sepanjang sungai Rhine Jerman telah menyusut. Padahal, sungai ini menjadi penting sebagai jalur untuk mengangkut bahan kimia, batu bara dan biji-bijian. Bila sungai menyusut dikhawatirkan pengiriman terganggu dan dapat mengancam rantai pasokan lebih lanjut.
Sementara itu, suhu air yang lebih hangat di Prancis telah menghambat pengoperasian beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir di tengah masalah pemeliharaan lainnya.
Kemudian, di Italia utara para petani mengalami kekeringan terburuk dalam 70 tahun. Hal ini mempengaruhi produksi tanaman dari kedelai hingga parmesan.
Fenomena-fenomena yang terjadi tadi diyakini dapat meningkatkan inflasi, karena Eropa saat ini pun sudah berjuang keras untuk mengatasi kenaikan harga makanan dan bahan bakar. Fenomena yang dipicu cuaca ekstrim ini disebut hanya memberikan masalah baru bagi Eropa.
Kondisi ekonomi benua biru sudah dihadapkan dengan beragam ancaman. Mulai dari rekor inflasi yang diperburuk oleh perang Rusia di Ukraina, hingga nilai tukar Euro yang melemah dan membuat biaya lebih mahal bagi bisnis untuk mengimpor barang-barang yang diperlukan.
Belum lagi, krisis di Italia dikhawatirkan dapat memberikan dampak besar ke perekonomian wilayah tersebut. Italia sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga blok itu terlibat dalam krisis politik setelah adanya penggulingan perdana menteri.
Lihat Video: Masih Dinaungi Gelombang Panas, Warga Italia Ramai Ngadem di Danau