Menurutnya, batasan produksi yang realistis untuk diterapkan kini adalah mengacu pada kebijakan yang berlaku pada sebelum 2017, yakni batasan produksi tertinggi untuk rokok biasa sebesar 2 miliar batang per tahun.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Keuangan menerbitkan peraturan Nomor 109/2022 yang membagi cukai KLM menjadi dua kelompok tarif. Pabrikan Kelompok 1 yang memproduksi lebih dari 4 juta batang dipungut cukai dan harga jual eceran lebih tinggi. Adapun Pabrikan Kelompok II yang memproduksi KLM di bawahnya diberikan tarif cukai dan HJE lebih rendah. Kebijakan ini terutama bertujuan untuk melindungi pabrikan rumahan.
Peneliti Center of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Roosita Meilani mengatakan ketetapan pemerintah yang membedakan secara tegas perusahaan dan produksi rokok KLM melalui batasan produksi merupakan bagian dari pengendalian konsumsi di masyarakat.
Kebijakan batasan produksi yang sama semestinya berlaku di rokok biasa karena pengendalian konsumsi rokok di Indonesia masih rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan produksi rokok 3 miliar batang menunjukkan penetrasi dan distribusi rokok cukup luas. Itulah sebabnya penyederhanaan golongan diperlukan agar mendorong penurunan prevalensi perokok khususnya perokok pemula dan anak-anak," katanya lagi.
(fdl/fdl)