"Napoleon laku di Hong Kong dan China. Tapi untuk sekarang (permintaan dari) China sepi sejak Corona. Jadi hanya dari Hong Kong saja. (Laku di sana) karena katanya menurut kepercayaan itu ikan legenda. Dan kedua (banyak disukai karena) dari segi gizinya," tuturnya.
Kendati permintaan atas ikan napoleon diakuinya cukup tinggi, namun Arpianto menyebut nelayan tidak bisa sembarangan dalam melakukan ekspor. Sebab pemerintah melalui KKP dan Dinas Perikanan Kepulauan Anambas telah membatasi kuota penangkapan dan ekspor ikan napoleon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita kan mengikuti pemerintah daerah dan dinas perikanan. Kadang hanya dapat 200 kilogram, itu jatah 1 kali masuk untuk 1 penampung. Kadang kalau jatahnya sedikit, kita ambil dari nelayan kecil. Hitung-hitung bantu nelayan kecil juga, sambil kita dapat untung," kata Arpianto.
Sebagai informasi, Arpianto merupakan salah satu nasabah pinjaman BRI. Kala itu Arpianto mengajukan pinjaman sebesar Rp 50 juta yang digunakannya untuk membeli bagan.
"Kita di BRI pinjam. Saya (pinjam) sudah 5-6 tahun (lalu), lupa persisnya. (Jumlahnya) Rp 50 juta awal mulanya. Itu (buat) kita bikin bagan buat cari ikan," tuturnya.
"Jadi (ikan-ikan di tambak) nyari makannya dari bagan," pungkasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(fhs/ang)