Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, beberapa komoditas global mengalami volatilitas tinggi. Menurutnya kenaikan dan penurunan harga sudah pada level yang disebut dinamika luar biasa.
"Untuk gas kita melihat jump di US$ 9,33, kemudian turun di US$ 7,87. Kemudian setiap kali terjadi statement antara Rusia dan Eropa, pasti menimbulkan dampak sentimen terhadap harga energi, baik itu gas, coal, dan minyak," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/9/2022).
Sri Mulyani mengatakan, harga minyak dunia menurun cukup tajam. Di bulan Juli harga minyak mencapai US$ 126/ barel, dan bertahan di atas US$ 120/barel hingga bulan Agustus. Tapi di September, harga minyak turun ke level US$ 89,9/barel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari-hari ini kita melihat harga minyak menurun cukup tajam dari yang Juli mencapai US$ 126, dan bahkan Agustus masih bertahan di atas US$ 120/barel, sekarang September di level US$ 89,9 itu untuk brent. untuk WTI itu berbeda,"katanya menambahkan.
Komoditas CPO juga mengalami penurunan yang cukup tajam bahkan lebih dari 40%. Sementara gandum juga turun usai impor dari Ukraina berjalan lagi. Sementara harga kedelai masih tinggi namun berfluktuasi, sama seperti yang terjadi pada jagung.
Menurut Sri Mulyani, kondisi ini menunjukkan ketidakpastian dan berpengaruh terhadap prospek negara-negara dunia. Apalagi tensi perang Rusia-Ukraina semakin bereskalasi.
"Ini masih mencerminkan ketidakpastian yang terjadi di pasar keuangan maupun prospek perekonomian negara-negara di seluruh dunia, terutama negara-negara di Eropa maupun di AS. Kenaikan harga komoditas tinggi ini meskipun berfluktuasi telah menyebabkan tekanan inflasi global," ujarnya.
Banyak negara mengalami tekanan inflasi tinggi, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa sekarang terbiasa melihat inflasi dari beberapa bulan terakhir pada level di atas 8%.