Bamsoet Ajak Akademisi-Pegiat Industri Genjot Literasi Keuangan di RI

Bamsoet Ajak Akademisi-Pegiat Industri Genjot Literasi Keuangan di RI

Inkana Putri - detikFinance
Kamis, 29 Sep 2022 14:27 WIB
Ketua MPR Bamsoet
Foto: MPR
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menghadiri Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, secara virtual dari Jakarta, Kamis (29/9). Dalam kegiatan ini, Bamsoet berbicara soal pertumbuhan ekonomi digital Indonesia serta mengingatkan soal pentingnya peningkatan literasi digital.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengungkapkan indeks inklusi keuangan Indonesia pada tahun 2021 mencapai 83,6 persen, atau meningkat dari tahun 2020 sebesar 81,4 persen. Meski demikian, hasil Survei Nasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat literasi keuangan di Indonesia pada tahun 2019 baru mencapai 38,03 persen.

Bamsoet menilai ketimpangan tersebut dapat memunculkan beberapa skandal keuangan yang menempatkan masyarakat sebagai korban. Apalagi terdapat indikasi masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja sektor jasa keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus asuransi Jiwasraya, First Travel, Koperasi Pandawa Depok, berbagai investasi bodong, adalah beberapa contoh skandal keuangan yang sangat merugikan masyarakat. Satuan Tugas Waspada Investasi OJK mencatat, selama 10 tahun terakhir jumlah kerugian investasi bodong mencapai Rp. 117,5 triliun," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (29/9/22).

Lebih lanjut, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan peningkatan inklusi dan literasi keuangan nasional, serta perkembangan ekonomi digital perlu dilihat sebagai potensi ekonomi. Hal ini termasuk sebagai peluang investasi, alternatif sumber pemasukan negara, maupun stimulus memajukan perekonomian nasional.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, perkembangan ekonomi digital perlu disikapi dengan hati-hati. Bamsoet pun mencontohkan perkembangan pasar kripto di Indonesia selain menawarkan keunggulan, juga menghadirkan tingginya faktor risiko.

"Kementerian Perdagangan melaporkan transaksi aset kripto di Indonesia sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 859 triliun dengan jumlah investor mencapai 11,2 juta, 7,5 juta di antaranya berasal dari kalangan milenial, dan nilai transaksi harian Rp 2,7 triliun. Jumlah investor aset kripto jauh lebih besar dari jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya baru mencapai sekitar 7,48 juta investor. Kemampuan pasar aset kripto dalam menghimpun dana tersebut jauh lebih besar dibandingkan kemampuan pasar modal konvensional yang jumlahnya masih berada pada kisaran Rp 363,3 triliun. Menempatkan pasar aset kripto Indonesia menjadi yang terbesar di Asia Tenggara serta dikabarkan menempati posisi 30 di dunia," jelasnya.

Wakil Ketua Umum SOKSI ini pun menambahkan pemanfaatan aset kripto perlu dibarengi dengan literasi finansial yang memadai. Mengingat maraknya penawaran investasi ilegal dan belum optimalnya infrastruktur penunjang menyebabkan masyarakat rentan terkena berbagai modus penipuan, khususnya mereka yang belum sepenuhnya memahami proses bisnis ini.

"Berbagai gambaran tersebut mengisyaratkan pesan penting, bahwa ada urgensi meningkatkan tingkat literasi keuangan, sebagai wahana edukasi bagi masyarakat. Dalam konteks ini, saya mengapresiasi langkah OJK dalam berbagai kegiatan penyuluhan jasa keuangan kepada masyarakat. Demikian juga langkah Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dalam melakukan sosialisasi dengan cukup gencar. Namun saya juga percaya, upaya membangun literasi finansial hanya akan berdampak optimal jika melibatkan semakin banyak pemangku kepentingan, termasuk lingkungan akademik/perguruan tinggi, dan industri jasa keuangan. Dengan demikian, dampaknya akan lebih membumi, dengan daya jangkau yang lebih masif," pungkasnya.

Seperti diketahui, turut hadir antara lain, Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun, Anggota DPD RI yang juga Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Ketua OJK, yang diwakili secara luring oleh Kepala Departemen Pengawasan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang Wijoyosatrio, serta Guru Besar Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Kaelan.




(ega/ega)

Hide Ads