Bank Dunia (World Bank) mengubah ketentuan baru mengenai batas garis kemiskinan. Perubahan ini dikarenakan terjadinya peningkatan harga di negara kawasan Asia Timur dan Pasifik terutama di Amerika Serikat (AS).
Pengukuran kemiskinan Bank Dunia menggunakan pendekatan US$ disesuaikan dengan Purchasing Power Parities (PPP). Konsep ini dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dengan tingkat harga atau biaya hidup yang berbeda.
Berdasarkan laporan terbarunya, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$ 2,15 per orang per hari dari sebelumnya di level US$ 1,90 per orang per hari. Perlu dicatat bahwa pendekatan US$ PPP berbeda dengan nilai tukar kurs dolar Amerika Serikat (AS) biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2021 US$ 1 PPP setara dengan Rp 4.758. Itu berarti garis kemiskinan ekstrem yang ditetapkan US$ 2,15 setara dengan Rp 10.229 per orang per hari atau Rp 306.870 per bulan dari sebelumnya Rp 9.040 per orang per hari atau Rp 271.200 per bulan.
Dengan batasan baru ini, membuat sebanyak 33 juta orang kelas menengah bawah di Asia turun kelas menjadi miskin. Indonesia dan China menjadi negara dengan penurunan terbanyak.
"Harga yang relatif lebih tinggi menyiratkan penurunan daya beli sehingga menghasilkan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi," tulis laporan Bank Dunia bertajuk 'East Asia and The Pacific Economic Update October 2022: Reforms for Recovery'.
Tak hanya itu, batas penghasilan kelas menengah ke bawah (lower middle income class) juga naik dari US$ 3,20 menjadi US$ 3,65 per orang per hari. Begitupun batas penghasilan kelas menengah ke atas (upper middle income class) naik dari US$ 5,50 menjadi US$ 6,85 per orang per hari.
"Meskipun dampak pada kemiskinan ekstrem US$ 2,15 relatif terbatas karena kemiskinan ekstrim di wilayah tersebut sudah sangat rendah, perubahan pada garis kelas berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas masing-masing US$ 3,65 dan US$ 6,85 perlu diperhatikan," ujar Bank Dunia.