"Terakhir ambil Rp 80 juta. Pas buka ini ada KUR, ambil dari BRI. Ambil simpan untuk dana cadangan, nanti pembayarannya pakai hasil jualan," tutur Fin.
Selain memasarkan tenun secara offline, Fin juga memanfaatkan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram. Hal ini dilakukan agar produk tenunnya bisa lebih menjangkau masyarakat di berbagai daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fin memasang label bertuliskan nama pengrajin, tanggal penitipan, dan nama motif untuk setiap kain/produk yang masuk galerinya. Ini dilakukan guna memudahkan dirinya dalam mencatat produk serta membagi hasil dengan para pengrajin. Ia tidak mematok harga tertentu untuk bagi hasil, sebab semua bergantung pada kesepakatan dengan pengrajin.
"Misalnya harga syal (tenun) Rp 150.000, kita dapatnya Rp 25.000. Kalau kain jas dapatnya tergantung. Kalau ada (pembeli) yang minta diskon, ya nanti ongkos jaga buat kami yang dipotong," ucapnya.
Menurutnya, hampir setiap hari ada produk baru yang dititipkan juga produk yang dibeli pelanggan. Kurang dari 1-2 bulan, biasanya produk telah terjual. Oleh karena itu, Fin bisa meraup omzet yang cukup menjanjikan setiap bulannya.
"Puji Tuhan kadang kalau ramai bisa Rp 10 juta ke atas, kadang juga sampai Rp 20 juta. Jadi satu bulan bisa dapat Rp 20 juta. Kayak kemarin momen MTQ (MTQ XXIX Maluku Kepulauan Tanimbar) sih luar biasa. Ya ada hampir Rp 50 juta," ungkap Fin.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(fhs/ara)