Hikayat Perantau di Saumlaki, Dulu Terusir Kini Raup Jutaan Per Hari

Tapal Batas

Hikayat Perantau di Saumlaki, Dulu Terusir Kini Raup Jutaan Per Hari

Yudistira Perdana Imandiar - detikFinance
Jumat, 07 Okt 2022 09:50 WIB
tapalbatasselaru
Foto: detikcom/Agung Pambudhy
Jakarta -

Bermodal keberanian dan dukungan dari keluarga, Udin Zia merantau ke Maluku meninggalkan kampung halaman di Buton, Sulawesi Tenggara. Tanpa ada relasi dan tujuan yang jelas, ia menginjakkan kaki di Kepulauan Tanimbar pada 2007.

Di tahun itu, Udin yang kini akrab disapa Labesi mencoba peruntungan barunya. Bermodalkan uang pemberian orang tua, ia berencana membuka kios sembako.

Datanglah Labesi ke suatu daerah di Tanimbar untuk menyewa sebidang kios. Supplier sembako pun sudah didapatkannya. Ia pun sudah bersiap untuk memulai bisnisnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, nasib baik belum berpihak pada Labesi. Masyarakat di tempatnya menyewa kios tak mau menerima perantau untuk berusaha lantaran khawatir daerah mereka diinvasi para pendatang. Jadilah Labesi mengurungkan rencana usaha dan angkat kaki dari daerah tersebut.

"Saya mau didemo. Tidak bisa katanya kalau pendatang. Akhirnya saya pindah lagi ke sini (Saumlaki)," cerita Udin kepada detikcom beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

Kejadian itu tak menyurutkan semangat Labesi. Mentalnya justru seperti ditempa. Ia bertekad untuk terus maju dan sukses di perantauan.

Gagal berbisnis sembako, ia mencoba ikhtiar baru dengan berbisnis perkakas. Bukan di kios, melainkan hanya di sebuah meja berukuran 2x1 meter. Ia membuka lapaknya di bawah pohon mangga di area Pasar Omele.

"Memang sedih pak saya dulu jualan itu di bawah (pohon) mangga pak meja sebesar begini (2x1 meter). Modal awal dari istri saya," ungkap Labesi.

Meski penghasilannya tak seberapa, Labesi dengan tekun menjalani usahanya itu. Ia mengingat penghasilannya per hari tak menentu. Kisaran Rp 100-200 ribu.

"Di bawah pohon mangga itu laku (penghasilan per hari) 100-200 (ribu rupiah) karena barang tidak lengkap. Meja cuma 1x2 meter," tutur Labesi.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Roller coaster kehidupan masih dialami Labesi. Beberapa kali ia ditertibkan petugas lantaran lapaknya dianggap mengganggu ketertiban.

Di tengah kepahitan yang dialami, Labesi meyakini manisnya nasib baik bakal menghampiri. Benar saja, ia mendapatkan kesempatan untuk membesarkan usaha setelah ditawari kredit usaha oleh BRI sekitar tahun 2010. Meski sempat ragu, ia mengambil pinjaman Rp 20 juta.

Dari uang pinjaman itu, ia bisa menambah modal dan menyewa kios di pasar Omele. Labesi mengambil barang-barang perkakas dari Surabaya dengan jumlah lebih banyak dari sebelumnya. Usaha alat perkakasnya pun mulai merangkak naik.

"Saya dikasih pinjaman uang (kredit BRI). Saya ke surabaya putar (modal) terus," kata Labesi.

Roda kehidupan akhirnya membawa Labesi mendaki kesuksesan. Kehidupannya di perantauan semakin sejahtera. Tahun ke tahun berlalu, Labesi mengembangkan bisnisnya. Ia membuka toko sembako dan kini fokus pada usaha sparepart sepeda motor.

Jika dulu untuk makan pun sempat susah, Labesi kini sudah mencicipi manisnya kehidupan. Dari ketiga bisnisnya, setidaknya ia mengantongi omzet Rp 8 jutaan per hari. Ia bersyukur bisa memberikan penghidupan yang lebih baik buat keluarga.

"Alhamdulillah sudah bisa buka kios sparepart alat motor ada juga kios sembako beli tanah juga sudah ada motor 5 sekarang, mobil ada," tutur Labesi semringah.

Ia pun tak mengejawantahkan peran BRI yang membantunya menapaki jalan hidup yang lebih baik. Labesi tak pernah melupakan pinjaman Rp 20 juta dari BRI yang membukakan pintu keberhasilan baginya.

"Saya terima kasih juga sama bri. Kalau bukan karena BRI bagaimana kita bisa dapat modal," ujar Labesi.

detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!


Hide Ads