Dalam sepekan terakhir, sejumlah titik di kawasan DKI Jakarta terendam banjir akibat guyuran curah hujan yang tinggi.
Bencana banjir sendiri telah menjadi 'konsumsi rutin' warga Jakarta. Meski pemerintah setempat tengah menggenjot pembangunan infrastruktur publik dan penangkal banjir, bencana tersebut seolah belum bisa terhindari.
Pengamat infrastruktur dari The Housing and Urban Development (The HUD) Institute Yayat Supriatna mengatakan penyebab banjir disebabkan tidak hanya oleh faktor tunggal. Budaya masyarakat dalam membuang sampah juga turut mempengaruhi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi banyak faktor, tapi yang faktor utama yang paling dominan tuh intensitas curah hujan sama durasi waktu. Jadi hujannya makin ekstrem di atas 100 mm, kemudian durasinya panjang. Belum lagi banjir kiriman atau dari luar daerah," kata Yayat kepada detikcom, Senin (10/10/2022).
Menurutnya, salah satu masalah terbesar banjir DKI saat ini adalah ancaman hujan ekstrem yang semakin sering terjadi. Kondisi itu dipersulit dengan banyaknya ruang kota yang telah mengalami banyak kerusakan.
"Semakin terbatasnya ruang terbuka hijau, drainase yang katakanlah upgradenya tidak menyeluruh, kemudian penduduk bertambah, permukiman yang berkembang tanpa adanya drainase. Sementara air itu makin besar dan otomatis kan di beberapa tempat pun mengalami penurunan permukaan tanah," jelasnya.
Yayat menambahkan, pembangunan drainase di DKI sendiri belum mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan pembangunan infrastruktur lainnya. Bahkan, masih banyak titik yang mengandalkan struktur drainase lama dari zaman kolonial.
"Jadi pertumbuhan dinamikanya (infrastruktur) itu cepat. Tapi drainasenya tertinggal. Bahkan beberapa jalan-jalan baru pun kadang-kadang nggak punya drainase. Apa lagi kan penanganannya berbeda antara PU, Bina Marga, dengan (dinas) sumber daya air, berbeda," katanya.
Tidak hanya itu, ia mengatakan, persoalan anggaran menjadi salah satu faktor pemprov belum dapat mengoptimalkan kinerjanya dalam hal pemeliharaan saluran air. Sehingga, tidak semua saluran bisa dilalui air.
"Masalah terbesar itu adalah keterbatasan anggaran. Jadi penyebab tidak terpelihara, tidak terawat, walaupun ada Grebeg Lumpur (program), itu banyak (saluran air). Tapi kan karena saking luasnya tempat itu kan, yang saluran utamanya bisa, tapi saluran penghubung nya mungkin nggak maksimal. Belum lagi drainase yang ada di lingkungan permukiman," kata Yayat.
Lanjut ke halaman berikutnya.