Jakarta -
Rencana akuisisi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) oleh MRT Jakarta mendapatkan penolakan. Salah satunya dari para pekerja KAI yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA).
Bukan cuma menolak, SPKA juga memberikan ancaman yang tidak main-main yaitu mogok kerja apabila rencana ini benar-benar dipaksakan untuk dilakukan.
"Jika aksi korporasi akuisisi tetap dilakukan maka SPKA akan melakukan ancaman mogok nasional," tulis pernyataan SPKA yang diteken oleh pimpinan DPP dan DPD SPKA seluruh Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, MRT Jakarta yang bercap BUMD akan mencaplok 51% PT KCI yang merupakan anak usaha PT Kereta Api Indonesia (KAI). KCI merupakan pengelola KRL Jabodetabek dan beberapa jaringan KA lokal lainnya.
Alasan pencaplokan sendiri dilakukan dalam rangka integrasi transportasi di Jakarta. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan upaya ini sejalan dengan amanat yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait pengelolaan transportasi Jabodetabek pada 2019.
"Ini kan amanat ratas Pak Presiden yang notulensinya sudah ada, artinya Jakarta terus berupaya apa yang sudah diamanatkan Pak Presiden untuk akuisisi KCI," kata Syafrin saat dimintai konfirmasi, Kamis (29/9/2022).
Rencana ini cukup serius, MRT Jakarta sudah membentuk perusahaan untuk menjadi operator transportasi Jakarta bernama MITJ Jakarta. Nantinya lewat MITJ, MRT Jakarta akan mencaplok KCI. PT MRT Jakarta pun sudah meminta penyertaan modal daerah (PMD) kepada Pemprov DKI Jakarta untuk aksi korporasi tersebut dengan meminta suntikan dana hingga Rp 1,7 triliun.
Namun diduga rencana akuisisi ini memang memiliki banyak risiko. Mulai dari dugaan pelanggaran aturan hingga hilangnya subsidi kepada masyarakat. Berikut ini rangkumannya:
1. Bisa Jadi Pelanggaran
Analis Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan selama ini MRT Jakarta sebagai BUMD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta menjadikan kesimpulan rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Joko Widodo sebagai landasan rencana akuisisi. Padahal, menurutnya hal itu tak cukup berkekuatan menjadi landasan hukum.
Dari pihak Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) pun sudah meminta Legal Opinion kepada Kejaksaan Agung soal rencana akuisisi ini. Hasilnya, Agus Pambagio mengatakan, akuisisi tak bisa dilakukan sebelum ada peraturan jelas muncul dari 3 Kementerian.
"Ini sebetulnya nggak bisa dilakukan sebelum peraturan jelasnya muncul. Perintah dari Kejaksaan kan ini harus ada peraturan baru dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan BUMN. Itu keluar dulu, kalau nggak, nggak bisa lah. Repot kan jadinya," papar Agus saat dihubungi detikcom.
"Maka saya bilang akuisisi ini nggak sesuai dasar hukumnya, masa dasar hukumnya hasil ratas, ya nggak bisa," ujarnya.
Agus menegaskan rencana akuisisi berdasarkan hasil rapat terbatas disebut Kejaksaan Agung tidak berkekuatan hukum dan berpotensi pelanggaran. "Kejaksaan bilang itu nggak berkekuatan hukum. LO Kejaksaan itu jelas kalau dilakukan pelanggaran," sebut Agus Pambagio.
Lanjut ke halaman berikutnya.
Yang akan repot bila akuisisi ini dilakukan adalah 3 kementerian yang disebutkan Agus. Pertama Kementerian Keuangan harus mengeluarkan aturan baru untuk memberikan aset negara lewat BUMN ke perusahaan daerah. Seperti diketahui, PT KCI merupakan salah satu anak usaha PT Kereta Api Indonesia (KAI), artinya seluruh aset PT KCI merupakan aset negara.
Kedua, Kementerian BUMN sebagai pengendali KAI harus mengeluarkan aturan dan analisis bisnis dari akuisisi yang akan dilakukan.
Ketiga, Kementerian Perhubungan yang harus mengubah aturan soal subsidi public service obligation (PSO) apabila subsidi masih ingin diberikan pemerintah. Pasalnya, PSO dari pemerintah tak bisa dilakukan ke perusahaan daerah, PSO transportasi daerah diberikan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Selama ini, pemerintah memberikan KCI PSO pada operasional kereta apinya lewat PT KAI yang merupakan BUMN.
"Saya kemarin sudah berkabar ke Pak Menhub soal rencana ini. Katanya sih beliau tegur Kadishub DKI karena melihat rencana akuisisi ini tidak sesuai aturan," sebut Agus Pambagio.
2. Subsidi Terancam Hilang
Menurut Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang bila KCI diakuisisi MRT Jakarta yang bercap BUMD, maka subsidi PSO pemerintah tidak akan bisa cair. Pasalnya, KCI telah ikut menjadi BUMD, aturannya yang berlaku adalah subsidi PSO untuk BUMD diberikan langsung oleh Pemprov DKI Jakarta.
Masalahnya adalah jaringan KCI sudah besar, Deddy justru mempertanyakan kemampuan dan kemauan Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan subsidi. Bisa jadi subsidi justru berkurang atau malah hilang.
"Apakah mau Pemprov berikan semua subsidi ke penumpang KCI, apakah modalnya ada," ungkap Deddy saat dihubungi detikcom.
Masalahnya lagi, KCI tidak beroperasi di Jakarta saja, KRL Jabodetabek saja beroperasi juga di beberapa kota yang ada di Jawa Barat dan Banten. Belum lagi, beberapa operasional kereta lokal di berbagai daerah yang juga dilakukan KCI. Dia kembali mempertanyakan apakah Pemprov mampu membiayai itu semua.
"Kan KCI juga bukan cuma di Jakarta aja, yang KRL di Jakarta aja ada juga Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Apakah mau kasih PSO ke semua wilayah? Kan ada Yogya-Solo, kereta Merak, lalu Bandung Raya," sebut Deddy.
3. Tidak Kuat Kelola KRL
Melihat kapasitas MRT Jakarta saat ini Deddy pun pesimis perusahaan BUMD DKI Jakarta itu akan mampu mengelola PT KCI. Bila dibandingkan, menurutnya KCI sudah lebih besar dan berpengalaman sebagai perusahaan pengelola layanan kereta api daripada MRT Jakarta.
Operasional kereta KRL di Jabodetabek pun sudah berjalan bertahun-tahun lamanya. Deddy justru heran mengapa perusahaan yang lebih kecil mau mengakuisisi perusahaan yang jauh lebih besar.
"Kalau diperbandingkan juga MRT Jakarta dengan KCI kan sudah lebih besar KCI, jelas sekali dari jaringannya pendapatannya aja beda. Masak yang kecil akuisisi yang besar? Ini kayak anak kecil makan makanan orang dewasa," kata Deddy.
Dari segi teknis Deddy pun ragu MRT Jakarta punya pengalaman dan modal untuk mengoperasikan jaringan kereta milik KCI yang sudah sangat besar. Bukan cuma di Jakarta saja, namun di berbagai daerah.
"Lalu apakah mereka punya pengalaman dan modal? Operasionalnya apakah sudah ada pengalaman? Kalau telat, atau kecelakaan bagaimana? Saya sih lebih pilih KCI operasikan KRL," ungkap Deddy.
Dari sisi harga akuisisinya pun menurut Deddy sangat kecil sekali, berdasarkan permintaan Penyertaan Modal Daerah oleh MRT Jakarta ke Pemprov DKI Jakarta, dana Rp 1,7 triliun akan digunakan untuk melakukan akuisisi KCI. Deddy menilai valuasi KCI sebetulnya jauh lebih besar, bisa dua hingga tiga kali lipat dari jumlah Rp 1,7 triliun.
"Modal juga cuma Rp 1,7 triliunan apakah mereka bisa atur semua. Itu kan perusahaan baru 3 tahun, masak mau akuisisi yang besar," ujar Deddy.
4. KAI Kehilangan Pendapatan
Menurut Deddy, porsi kontribusi KCI kepada pendapatan KAI cukup besar. Akan sangat disayangkan apabila perusahaan yang untung besar malah diobral sahamnya ke perusahaan daerah.
Bila akuisisi terjadi, kontribusi pendapatan KCI ke KAI akan berkurang hingga setengahnya. Karena alasan ini pula, menurut Deddy Serikat Pekerja KA menolak akuisisi.
Lebih lanjut dia menyatakan sampai saat ini PT KAI, maupun PT KCI adalah perusahaan sehat dan tidak bermasalah. Semua pelayanan pun dilakukan secara sangat baik.
"Sebelumnya KAI terima laba 100% bersih dari PSO, namun ketika diakuisisi cuma 49,1%, mana ada orang yang mau begitu? Kecuali PT KAI bangkrut, ini KAI sehat-sehat aja kok ya masa mau diakuisisi," pungkas Deddy.